HKHPM Susun Standardisasi Advokat Tangani Bank Bermasalah
Berita

HKHPM Susun Standardisasi Advokat Tangani Bank Bermasalah

Standarisasi diperlukan agar kualitas konsultan hukum memadai dalam memberi masukan kepada LPS.

Oleh:
CR24
Bacaan 2 Menit
Acara Diklat Sehari HKHPM-LPS dengan tema 'Penanganan Bank Bermasalah Oleh Konsultan Hukum' di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Sabtu (29/7). Foto: RES
Acara Diklat Sehari HKHPM-LPS dengan tema 'Penanganan Bank Bermasalah Oleh Konsultan Hukum' di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Sabtu (29/7). Foto: RES
Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) sedang menyusun standardisasi advokat dalam penanganan bank bermasalah. HKHPM tidak sendiri, mereka menggandeng Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk merumuskan standarisasi tersebut. Alasannya, konsultan hukum itu nantinya akan ditunjuk oleh LPS untuk membantu menyelesaikan permasalahan bank bermasalah.

Ketua Umum HKHPM Indra safitri mengatakan standarisasi diperlukan agar kualitas konsultan hukum memadai dalam memberi masukan kepada LPS. Apalagi masalah perbankan saat ini semakin kompleks dan para konsultan harus bisa menyesuaikan diri dengan meningkatkan kemampuannya.

"Setidak-tidaknya pengetahuan terhadap proses dan kebutuhan yang ada di LPS sesuai dengan undang-undang itu harus dikuasai," ujar Indra dalam acara Diklat Sehari HKHPM-LPS dengan tema 'Penanganan Bank Bermasalah Oleh Konsultan Hukum' di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Sabtu (29/7).

Mengutip dari salah satu narasumber, Hendra Lubis, Indra mencontohkan tentang polemik oknum konsultan hukum yang masih melindungi pihak yang bertanggungjawab atas terjadinya bank bermasalah. Padahal konsultan hukum seharusnya independen dan hal itu harus diatur dalam standar profesi konsultan hukum. (Baca Juga: AAI Desak Pembahasan RUU Advokat Dipercepat)

"Artinya, ini isu tentang independensi harus diatur dalam standard profesi kita. Bagaimana posisi independen dan profesionalisme di dalam penanganan bank bermasalah," tutur Indra.

Pasal 9 huruf a UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS
4) surat pernyataan dari direksi, komisaris, dan pemegang saham bank, yang memuat:
i. komitmen dan kesediaan direksi, komisaris, dan pemegang saham bank untuk mematuhi seluruh ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan LPS;
ii. kesediaan untuk bertanggung jawab secara pribadi atas kelalaian dan/atau perbuatan yang melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian atau membahayakan kelangsungan usaha bank;
iii. kesediaan untuk melepaskan dan menyerahkan kepada LPS segala hak, kepemilikan, kepengurusan, dan/atau kepentingan apabila bank menjadi Bank Gagal dan diputuskan untuk diselamatkan atau dilikuidasi;
 
Indra juga menyinggung mengenai kualitas konsultan hukum nantinya harus bisa menentukan status aset. Artinya, kemampuan untuk melakukan Legal Due Diligence (uji tuntas dari segi hukum) dengan standard yang baik, sesuai dengan tingkat yang diperlukan LPS untuk menjalankan fungsinya sesuai dengan UU. (Baca Juga: DPN Peradi Kecam Aksi Penganiayaan Advokat di Gorontalo)

"Ini bicara gangguan aset dan lain-lain, ini juga menyangkut kode etik daripada konsultan hukum atau advokat bagaimana mereka berperan di dalam rangka membantu proses pemulihan bank bermasalah," jelasnya.

Kemudian konsultan hukum, ujar Indra, juga harus mempunyai penguasaan terhadap jenis-jenis produk perbankan yang boleh jadi nanti ditemukan oleh konsultan hukum itu sendiri ketika melakukan uji tuntas.

"Kalau tidak mengetahui permasalahan, saya kira gak akan tahu apa barang ini, apa bodong, tidak bodong, bermasalah. Mudah-mudahan bisa kita tindak lanjuti," sambungnya.

Direktur Group Peraturan LPS Beko Setiawan mengaku jika pihaknya sudah mendapat arahan dari direktorat hukum agar LPS mempunyai konsultan hukum untuk membantu kinerjanya. Namun mengenai kriteria, Beko masih harus membicarakan hal ini secara internal.

Beko juga menuturkan peran konsultan hukum cukup penting dalam membantu menyelesaikan bank bermasalah. Salah satu contohnya yaitu saat terjadinya proses pengambilalihan bank gagal baik berdampak sistemik maupun tidak sistemik oleh LPS.

"Pada saat LPS memutuskan penanganan bank bermasalah, kita bicara dokumen perjanjian. Kalau diputuskan nanti ada bank perantara, maka ada Conflict of Interest, karena LPS dua kaki, satu sebagai pembeli (bank bermasalah) satu lagi sebagai pengawas," imbuh Beko.

Tags:

Berita Terkait