Hubungan Industrial Harmonis Penting Hadapi Pasar Bebas
Berita

Hubungan Industrial Harmonis Penting Hadapi Pasar Bebas

Agar pengusaha dan pekerja dapat bekerjasama menghadapi persaingan dengan negara lain.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Hubungan Industrial Harmonis Penting Hadapi Pasar Bebas
Hukumonline
Pada 2015 Indonesia bakal menghadapi pasar bebas Asia Tenggara atau dikenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Menurut Ketua Bidang Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (DPN Apindo), Soebronto Laras, Indonesia menghadapi tantangan yang cukup besar agar mampu bersaing dengan negara Asia Tenggara lainnya. Hubungan industrial yang harmonis salah satu yang syarat penting.

Kerjasama pekerja dan manajemen perusahaan sangat mempengaruhi kemampuan bersama menghadapi kompetisi pasar. Apalagi dalam pasar bebas yang dihadapi Indonesia adalah pekerja dan pengusaha negara lain. Soebronto yakin tanpa hubungan industrial yang baik mustahil Indonesia mampu menghadapi pasar bebas. “Intinya kita harus bersatu, pengusaha maju itu karena sumbangan juga bantuan dari pekerja. Kalau itu diciptakan bisa luar biasa,” kata Soebronto dalam jumpa pers di kantor Apindo Jakarta, Rabu (16/4).

Soebronto berpendapat Pemerintah juga perlu mendorong ketersediaan fasilitas dan infrastruktur yang mendukung. Misalnya, jalur penghubung dan sarana transportasi antarpulau sebagai konsekuensi negara kepulauan.

Sepengetahuan pengusaha kendaraan bermotor ini, beberapa negara lain sudah melakukan persiapan menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN. Myanmar, misalnya, telah membuka pintu lebar bagi investor dengan berbagai kebijakan yang mendukung meskipun selama ini dikenal sebagai negara tertutup. Negara ini menerapkan upah murah.

Kondisi itu menurut Soebronto menarik minat investor seperti Jepang yang sudah menjalin kerjasama dengan Myanmar dengan membuat fasilitas industri. Apalagi posisi Myanmar dinilai cukup strategis di wilayah Asia Tenggara. Hal tersebut membuat Myanmar akan menjadi pesaing baru bagi Indonesia dalam rangka mengundang investasi. Pasalnya, langkah yang ditempuh Myanmar dapat mendorong ongkos produksi yang efisien.

Soebronto memprediksi ke depan akan ada satu pasar dan basis fasilitas produksi di Asia Tenggara. Sehingga antar negara di Asia Tenggara bisa saling lintas batas untuk masuk dan berkecimpung dalam melakukan kegiatan ekonomi. Apakah mau membangun industri, menjual barang atau menawarkan SDM.

Sayangnya pengusaha lokal kurang mendapat dukungan untuk menghadapi pasar bebas. Misalnya, wilayah industri dan strategis di Indonesia sudah banyak yang dibeli oleh investor asing. Salah satunya kota Bitung, Sulawesi Utara, sudah diincar pengusaha internasional untuk digunakan sebagai tempat distribusi barang produksi. Pasalnya, posisi Bitung yang sangat strategis sehingga dapat menghemat ongkos produksi untuk mendistribusikan barang ke berbagai wilayah.

Begitu pula kawasan industri yang dilewati jalan bebas hambatan dari Bekasi sampai Karawang menurut Soebronto sudah dikavling perusahaan asing. Melihat hal itu ia merasa ironis karena mayoritas kawasan industri sudah ditempati pengusaha luar negeri. Padahal untuk membangun Indonesia yang kompetitif dalam menghadapi pasar bebas, Soebronto berpendapat perusahaan-perusahaan yang dibangun di atas kawasan industri itu harusnya di dominasi oleh pengusaha dalam negeri. Sayangnya, hal itu tidak terjadi karena pengusaha lokal tak mendapat dukungan yang baik, diantaranya dakam mengakses modal.

Anggota LKS Tripartit Nasional (Tripnas) dari KSBSI, Sulistri, mengatakan kualitas SDM perlu ditingkatkan untuk menghadapi pasar bebas di Asia Tenggara. Balai latihan kerja (BLK) yang tersebar di berbagai daerah, dan ternaga pengajarnya, harus dibenahi. “BLK itu banyak tapi tidak dimanfaatkan dengan baik,” ujarnya.

Sulistri juga mengusulkan agar pemerintah aktif melibatkan masyarakat dalam mengambil kebijakan. Walau di bidang ketenagakerjaan upaya itu sudah dilakukan lewat LKS Tripnas yang terdiri dari perwakilan pemerintah, pengusaha dan pekerja tapi mekanisme itu belum berjalan maksimal. Misalnya dalam menjalin kerjasama ekonomi dengan China, Sulistri merasa pekerja tidak dilibatkan.

Sedangkan Kasubdit Tenaga Kerja Kemenakertrans, Retno Pratiwi, menyebut pemerintah kewalahan mengikuti dinamika hubungan industrial yang berkembang pesat. Tapi Kemenakertrans berkomitmen untuk mengikuti setiap perkembangan dalam hubungan industrial dan berupaya membantu menyelesaikan perselisihan yang ada. “Kemenakertrans mengimbau jajarannya termasuk dinas tenaga kerja di daerah untuk terus mengikuti perkembangan hubungan industrial,” tuturnya.
Tags:

Berita Terkait