Hukum Poliandri di Indonesia
Terbaru

Hukum Poliandri di Indonesia

Poliandri dilarang di Indonesia, baik menurut hukum Islam maupun hukum negara.

Oleh:
Willa Wahyuni
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi perkawinan: HOL
Ilustrasi perkawinan: HOL

Perkawinan poliandri dilarang di Indonesia. Perkawinan poliandri adalah bentuk perkawinan, di mana seorang istri menikah dengan beberapa suami. Dalam perspektif filosofis, hukum perkawinan poliandri merupakan bentuk yang dilarang dan bertentangan dengan kodrat wanita.

Sejalan dengan perspektif filosofis, dalam perspektif normatif hukum poliandri adalah haram berdasarkan dalil Al-Quran surat An-Nisa 4:24 dan Al-Sunnah Hadis Riwayat Ahmad. Selain itu, dalam perspektif yuridis, hukum poliandri bertentangan dengan Pasal 3 ayat (1) yang menyatakan seorang istri hanya boleh menikah dengan seorang suami (asas monogami).

Asas monogami merupakan asas yang dianut dalam hukum perkawinan di Indonesia. Pasal 3 ayat (1) UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menyatakan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri dan seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.

Seseorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi, kecuali dalam hal sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 UU Perkawinan, yaitu terhadap perkawinan oleh salah satu pihak yang masih terikat perkawinan dapat dilakukan pencegahan perkawinan.

Baca Juga:

Dalam Undang-Undang Perkawinan, terdapat enam prinsip asas perkawinan, yaitu:

1. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga dan kekal. Untuk itu suami istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan material.

2. Dalam undang-undang ini ditegaskan bahwa suatu perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Setiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. UU Perkawinan menganut asas monogami. Hanya apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama yang bersangkutan mengizinkan seorang suami dapat beristri lebih dari satu orang.

4. UU Perkawinan menganut prinsip bahwa calon suami istri harus telah masak jiwa raganya untuk melangsungkan perkawinan, agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berfikir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat.

5. Tujuan perkawinan untuk membentuk keluarga yang bahagia, kekal, dan sejahtera. Untuk itu UU Perkawinan menganut prinsip untuk mempersulit terjadinya perceraian.

6. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama oleh suami istri.

Hukum poliandri dilarang bukan tanpa alasan. Hal ini untuk menjaga kemurnian keturunan agar tidak ada percampuran sehingga kepastian hukum seorang anak terjamin.

Seorang anak sejak dilahrikan telah berkedudukan sebagai pembawa hak. Dalam segi Hukum Waris Islam, kepastian hak waris anak ditentukan oleh kepastian hubungan darah atau hubungan hukum antara anak dengan ayah.

Dalam perkawinan poliandri, hubungan hukum antara anak dan ayahnya mengalami kekaburan disebabkan karena terdapat beberapa orang laki-laki yang secara bersamaan menjadi suami ibu yang melahirkan anak tersebut.

Seseorang yang melakukan perkawinan poliandri dapat terancam sanksi pidana, hal ini dikarenakan secara hukum Islam, bahwa perbuatan wanita yang melakukan perkawinan poliandri termasuk perzinahan. Perbuatan terkait hukum poliandri ini dapat dikenakan sanksi pidana sesuai Pasal 284 KUHP.

Tags:

Berita Terkait