Hukum yang Hidup dan Berkembang dalam Masyarakat
Kolom

Hukum yang Hidup dan Berkembang dalam Masyarakat

Keberadaan masyarakat adat ini kemudian bisa dianggap sebagai subjek hukum yang artinya masyarakat adat harus mendapat perhatian sebagaimana subjek hukum yang lain ketika hukum hendak mengatur.

Bagaimanapun apa yang terletak di luar jangkauan pandangan di atas tentang hukum bukan hukum negara adalah keberlakuan hukum Islam bagi masyarakat adat ataupun komunitas muslim atau organisasi Islam lainnya, baik yang diatur ketat negara (dalam kompilasi hukum Islam ataupun kodifikasi hukum Islam oleh negara, misalnya di bidang ekonomi-syariah) maupun yang berkembang di luar jangkauan kendali negara. Juga berada di luar jangkauan, sayangnya juga penilaian dan evaluasi hakim, adalah keberlakuan “hukum tidak tertulis” yang secara khusus berkembang dan berlaku dalam komunitas atau kelompok-kelompok masyarakat (semi-autonomous social fields: resmi atau tidak resmi, termasuk oleh organisasi professional atau organisasi kemasyarakatan religius atau sekuler, bahkan oleh administrasi pemerintahan) ke dalam ataupun keluar. 

Beranjak dari pengamatan di atas tentang keberlakuan dan perbenturan (potensial maupun aktual dari) ragam sub-sistem hukum di Indonesia, pertanyaan lain muncul: apakah hanya hakim (dan ketika itu menjadi perkara di pengadilan) yang dapat mencari-menemukan (termasuk mengevaluasi-menguji keabsahan etis) nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat? Lagipula “rasa” keadilan seringkali di(salah-) tafsirkan menjadi sekadar apa yang secara emotif dirasakan pada saat tertentu sebagai merugikan atau menguntungkan kepentingan kelompok masyarakat (dominan atau elite). Penekanan pada nilai hukum yang tidak terumuskan secara tegas serta rasa keadilan justru membuka peluang untuk membenarkan penindasan dan perlakuan diskriminatif.

Penutup

Berhadapan dengan kebhinekaan (sub-)sistem hukum yang berlaku (termasuk khususnya the living law) di Indonesia, baik yang de jure dikendalikan negara atau de facto justru tidak dapat dikendalikan negara, persoalan menemukan dan memberlakukan nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat tidak lagi dapat dikatakan hanya menjadi kewajiban hakim. Kelenturan-ketidakjelasan-kekaburan hukum tidak tertulis (dalam ragam pengertian di atas) yang terutama de facto berlaku di ruang public luar ruang pengadilan kiranya menjadi tantangan bagi upaya mewujudkan negara hukum yang berkeadilan di Indonesia.

*)Tristam Pascal Moeliono dan Anna Anindita Nur Pustika, keduanya adalah dosen tetap Fakultas Hukum Universitas Parahyangan, Bandung.

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline. Artikel ini merupakan kerja sama Hukumonline dengan Fakultas Hukum Univeristas Parahyangan dalam program Hukumonline University Solution.

Tags:

Berita Terkait