Yuk, Pahami Cara Hitung dan Prosedur Pajak bagi Advokat
Berita

Yuk, Pahami Cara Hitung dan Prosedur Pajak bagi Advokat

Dari sisi perpajakan, advokat atau pengacara adalah subyek pajak orang pribadi yang memperoleh penghasilan, obyek pajak, karena memiliki keahlian khusus.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 5 Menit

Sehubungan PPh Pasal 21, advokat merupakan tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang masuk dalam kategori Bukan Pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pemberian jasa.  Untuk itu Pemotongan PPh Pasal 21 dihitung dengan cara mengalikan Tarif PPh sesuai Pasal 17 UU Nomor 36 Tahun 2008 Tentang PPh dengan 50 persen dari jumlah penghasilan bruto (Tarif PPh x (50% x Penghasilan Bruto)).

Advokat juga berkewajiban secara mandiri atau selfassessment mendaftar, hitung, bayar, dan lapor. Advokat yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Advokat diberikan kesempatan untuk menghitung sendiri pajak terutangnya berdasarkan penghasilan yang diperoleh sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Nantinya, advokat harus menyetorkan pajak yang telah dihitung tersebut melalui tempat pembayaran yang telah diatur, dan sesuai dengan jatuh tempo pembayaran yang ditetapkan. Advokat harus melaporkan kewajiban perpajakannya baik dengan SPT masa maupun SPT Tahunan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.

Untuk menghitung Penghasilan Neto advokat dapat dilakukan dua cara yaitu menyelenggarakan pembukuan dan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). Untuk Pengacara yang menyelenggarakan pembukuan penghitungannya dengan penghasilan bruto dikurangi biaya memperoleh, menagih dan memelihara penghasilan (3M) yang merupakan objek pajak.

Sedangkan, pengacara yang menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto rumusnya yaitu penghasilan bruto dikali dengan persentase NPPN. Persentase norma untuk 10 daerah ibu kota provinsi yaitu ibukota propinsi yaitu Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, dan Pontianak sebesar 51 persen. Sedangkan ibu kota provinsi dan daerah lainnya sebesar 50 persen.

Hukumonline.com

Jumlah peredaran bruto dari kegiatan usaha atau pekerjaan bebas kurang dari Rp 4,8 miliar per tahun. Nantinya, Wajib Pajak memberitahukan penggunaan Norma kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak awal tahun pajak yang bersangkutan.  Wajib Pajak orang pribadi wajib menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak.

Bagi advokat yang bertindak untuk dan atas nama persekutuannya, DJP menjelaskan penghasilan jasa hukum tersebut merupakan penghasilan persekutuan sebagai Badan Usaha atau Firma. Sehingga, pemberi penghasilan atau klien harus melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2 persen atas imbalan jasa Hukum yang dilakukan. Nantinya, klien tersebut harus melakukan penyetoran atas PPh Pasal 23 tersebut dengan ketentuan sesuai Peraturan Menteri Keuangan 242/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak.

Tags:

Berita Terkait