“Menjadi hakim tidak hanya soal kedudukan. Tetapi yang penting suatu panggilan untuk melakukan tugas yang pada dasarnya hanya dapat dilakukan oleh Tuhan.”
- Hakim Agung Sri Widoyati Wiratmo Soekito -
Nama dan sosoknya terkubur di belantara sejarah panjang peradilan Indonesia. Hampir tidak ada yang mengenalinya, apalagi mengenang kiprahnya. Hukumonline hampir menyerah untuk menggali informasi tentang sosoknya. Ibarat mengumpulkan keping teka-teki gambar tanpa petunjuk.
Nama aslinya di masa gadis adalah Sri Widojati Notoprodjo. Setelah menikah ia lebih dikenal sebagai Sri Widoyati Wiratmo Soekito. Ia adalah perempuan pertama di kursi hakim agung Republik Indonesia.
Bahkan foto Sri Widoyati yang bisa ditemukan bersumber dari satu-satunya buku berisi pemikiran tertulisnya. Hukumonline mencari ke sana-sini termasuk koleksi dokumentasi Mahkamah Agung (MA). Nihil. Foto itu pun hitam putih saja di balik sampul buku berjudul Anak dan Wanita dalam Hukum. Buku antologi ini terbit tahun 1983 sebagai wujud peringatan setahun wafatnya Sri Widoyati. Isinya adalah 20 tulisan semasa hidup almarhum, baik yang terbit di kolom media massa maupun makalah sebagai narasumber berbagai acara.
Sri Widoyati lahir di Kendal, Jawa Tengah pada 29 September 1929 silam. Umurnya terbilang pendek, wafat pada 20 Februari 1982 saat berobat di Houston, Texas, Amerika Serikat. Ia wafat saat berumur 53 tahun setelah bergulat dengan kanker yang dideritanya sejak tahun 1980. Pemakaman Bergota, Semarang menjadi tempat peristirahatan terakhir jasad Sri Widoyati.
Baca Juga:
- Para Perempuan Pengadil yang Dituntut Adil Jadi Ibu dan Istri
- Mariana Sutadi: Perempuan Pertama di Kursi Wakil Ketua MA
- Sri Murwahyuni: Hakim Agung Tak Lupa Kodrat
- Pesan Ketua MA Atas Terpilihnya Sunarto Jadi Wakil Ketua MA
Puja-puji penyusun antologi bukunya menyiratkan sosok Sri Widoyati bukan sembarang orang. Misalnya, almarhum begawan hukum Indonesia, Adnan Buyung Nasution, tidak segan menyebutnya pejuang hukum dan keadilan yang tangguh. “Selamat jalan Yati, selamat jalan pejuang hukum dan keadilan sejati,” kata Adnan Buyung menutup tulisan kenangannya bersama sosok yang akrab ia sapa Yati. Di tahun 1982 itu, Adnan Buyung masih menjabat Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan pernah menjabat Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH).