ICEL Kritisi 10 Instrumen Hukum Lingkungan Pasca UU Cipta Kerja
Utama

ICEL Kritisi 10 Instrumen Hukum Lingkungan Pasca UU Cipta Kerja

Tahun 2022, hukum lingkungan diproyeksikan tetap diarahkan sebagai instrumen untuk mendukung pembangunan ekonomi.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 5 Menit

Delapan, kebijakan perubahan iklim. Grita mengatakan pemerintah masih mempertahankan target nationally determined contribution (NDC) yang telah ditetapkan sebelumnya. Berdasarkan LTS-LCCR 2050 Indonesia akan mencapai net zero emission tahun 2060 dan membuka ruang deforestasi 6,8 juta hektar sampai 2050. Pemerintah belum bisa lepas dari ketergantungan batubara dan melakukan perpanjangan penggunaan batubara dalam bauran energi melalui penerapan Carbon Capture Storage.

Sembilan, kebijakan nilai ekonomi karbon terhadap penurunan emisi gas rumah kaca. Perpres No.98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Pembangunan Nasional mengenalkan perdagangan karbon, pembayaran berbasis kinerja, pungutan atas karbon sebagai bentuk instrumen nilai ekonomi karbon.

Menurut Grita, kebijakan nilai ekonomi karbon itu perlu desain yang jelas untuk dapat beroperasi oiptimal. Peraturan turunannya perlu menentukan dan meregulasi desain pasar dan instrumen pelaksana untuk mendorong penurunan emisi aktual. Perlu sistem metode verifikasi, standar dan pencatatan yang kuat serta transparan untuk memastikan tidak ada kebocoran emisi dan pelanggaran hak masyarakat.

Sepuluh, kebijakan dan regulasi sektor pengelolaan sampah. Grita mengusulkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan bertindak tegas mewajibkan produsen menyampaikan rencana pengurangan sampah kepada publik dan mengoreksi cara pengurangan sampah yang keliru. Sampai akhir 2021 tercatat hanya 31 produsen yang menyerahkan rencana pengurangan sampah. Rencana pengurangan sampah tersebut dapat dikategorikan sebagai informasi publik.

Pembatasan plastik sekali pakai (PSP) di daerah perlu diperkuat karena beberapa peraturan tidak mengikat umum misalnya berbentuk instruksi atau keputusan kepala daerah. Peraturan pembatasan PSP hanya mengatur sampai pengawasan dan pembinaan saja, namun tidak mencantumkan instrumen penegakan hukum baik melalui sanksi atau instrumen ekonomi.

Direktur Eksekutif ICEl, Raynaldo G Sembiring, mengatakan tahun 2022 hukum lingkungan diproyeksikan tetap diarahkan sebagai instrumen untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Melihat situasi tahun 2020 dan 2021 hukum lingkungan tahun ini akan tetap dinamis.

Ada beberapa kebijakan yang positif dan lainnya mendapat kritik. Tahun 2022 diproyeksikan masih ada tantangan terkait putusan pengadilan atau ketidakjelasan putusan pengadilan. Hal itu terjadi karena ada ketidakjelasan dalam regulasi seperti UU No.11 Tahun 2020 dan peraturan turunannya.

“Tahun 2022 kebijakan perlindungan hak masyarakat (anti SLAPP) belum akan terpadu dan menyeluruh. Penyelesaian kasus-kasus SLAPP akan lebih banyak terjadi secara kasuistis,” katanya.

Tags:

Berita Terkait