IDI Minta Revisi UU Kedokteran Masuk Prolegnas
Berita

IDI Minta Revisi UU Kedokteran Masuk Prolegnas

Karena masih banyak kelemahan dalam UU 20/2013. Seperti masa pendidikan kedokteran yang terlalu lama dan mahal, kurangnya dokter spesialis, hingga distribusi tenaga dokter yang tidak merata.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Keempat, tantangan kemajuan teknologi digital. Menurutnya, dengan memperbaharui UU 20/2013, menyamaratakan proses pendidikan kedokteran supaya dokter menjadi lebih kompetitif. “Kami merasa empat hal ini di UU 20/2013 masih minim,” kata dia.

 

Membuat naskah akademik

Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas mengatakan terhentinya kelanjutan pembahasan revisi UU 20/2013 akibat pendeknya waktu pembahasan DPR periode sebelumnya. Ditambah lagi, respon Kementerian Kesehatan terhadap revisi UU Kedokteran lamban yang tak kunjung membuat daftar inventarisasi masalah DIM RUU tersebut. Saat itu, RUU Pendidikan Kedokteran telah resmi menjadi usul inisiatif DPR.

 

Dia berharap DPR periode 2019-2024, RUU Pendidikan Kedokteran dapat segera terealisasi masuk Prolegnas dan dapat segera dibahas. Setidaknya, RUU ini bisa memperbaiki tatanan sistem pendidikan kedokteran yang berkualitas dan untuk menjadi dokter tidak terlalu lama waktunya.Apalagi kita sedang membutuhkan tenaga medis ke depan,” ujarnya.

 

Bila RUU Pendidikan Kedokteran kembali menjadi usul inisiatif DPR, Baleg bakal membuat naskah akademik beserta draf RUU. Materi muatan tak jauh berbeda dengan draf sebelumnya. “Saya berharap ada kerja sama juga antar kementerian termasuk Kemendikbud, Kemenkes dan Kemenristek juga, agar bisa secara holistik (pembahasannya),” ujar politisi Partai Gerindra itu.

 

Wakil Ketua Baleg Rieke Dyah Pitaloka menambahkan perlu perbaikan naskah akademik terkait RUU Pendidikan Kedokteran. Pasalnya, UU 20/2013 memisahkan antara sistem pendidikan, orang dan profesi kedokterannya. “Nanti akan ada keputusan dari fraksi tentang mana saja yang jadi Prolegnas prioritas, kami juga menyetujui kalau RUU Pendidikan Kedokteran akan masuk Prolegnas Prioritas 2020,” ujar politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.

 

Mudah dan murah

Merespon mahal dan sulitnya masuk fakultas kedokteran diperlukan terobosan bagaimana pendidikan kedokteran menjadi murah, mudah, dan berkualitas. Bagi Daeng, pendidikan kedokteran mesti dapat dijangkau oleh semua kalangan termasuk masyarakat ujung timur Indonesia, Papua. Idealnya, masyarakat setempat bisa berbakti bagi tanah kelahirannya. Karena itu, Papua misalnya, diisi oleh tenaga medis kedokteran masyarakat setempat.

 

Tak hanya berpikir mudah dan murah, IDI memastikan kualitas pendidikan kedokteran tetap menjadi perhatian penuh. Masalah lain, rekrutmen calon mahasiswa kedokteran pada fakultas kedokteran cenderung tidak berjalan ketat. Terkadang, tenaga pengajar kedokteran berasal dari bidan dan perawat yang berdampak pada rendahnya kualitas pendidikan.

 

Dalam revisi UU 20/2013, pola rekrutmen dan tenaga pengajar mesti diperketat syarat-syaratnya. Termasuk dokter tidak melulu diwajibkan praktik di masyarakat. Seperti di negara lain, dokter yang baru lulus diberikan pilihan untuk menjadi peneliti, manajerial, atau pilihan praktik. “Kami mengajukan untuk diperbaiki. Kami berharap Baleg mengawali dari awal kembali tentang penyusunan RUU Sistem Pendidikan Kedokteran kedepan,” harapnya.

Tags:

Berita Terkait