IMMH UI Gelar Seminar Mengkaji KUHP Baru, Bahas Kohabitasi Hingga Hukuman Mati
Utama

IMMH UI Gelar Seminar Mengkaji KUHP Baru, Bahas Kohabitasi Hingga Hukuman Mati

Dialog akademis untuk memahami KUHP baru sekaligus sosialisasi.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 4 Menit
Guru Besar Hukum Pidana FHUI Harkristuti Harkrisnowo, Wakil Ketua MPR Arsul Sani, Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej dalam Seminar Nasional bertajuk 'Urgensi Pengkajian Akademis KUHP Baru dalam Masa Transisi', Rabu (22/2/2023). Foto: NEE
Guru Besar Hukum Pidana FHUI Harkristuti Harkrisnowo, Wakil Ketua MPR Arsul Sani, Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej dalam Seminar Nasional bertajuk 'Urgensi Pengkajian Akademis KUHP Baru dalam Masa Transisi', Rabu (22/2/2023). Foto: NEE

Ikatan Mahasiswa Magister Hukum Universitas Indonesia (IMMH UI) menggelar seminar nasional berjudul “Urgensi Pengkajian Akademis KUHP Baru dalam Masa Transisi”, Rabu (22/2/2023). Seminar ini menghadirkan perwakilan akademisi, politisi, dan pemerintah yang merumuskan UU No.1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

“Kami memberikan catatan kritis pada KUHP baru ini meski memang perlu diapresiasi. Faktanya ada pro-kontra, jadi perlu terus ada sosialisasi,” kata Joshua Manno, Ketua IMMH UI kepada Hukumonline. Mahasiswa pascasarjana ini mengaku ada banyak hal yang perlu diluruskan untuk memahami KUHP baru ini. Catatan kritis tentang KUHP baru masih perlu disalurkan dalam dialog akademis yang memadai selama masa transisi. 

Seminar ini menghadirkan Edward ‘Edy’ Omar Sharif Hiariej selaku Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Arsul Sani selaku Wakil Ketua MPR RI dan anggota Komisi III DPR RI yang juga anggota Panitia Kerja RKUHP, dan Guru Besar Hukum Pidana FHUI Harkristuti Harkrisnowo. Pelaksanaan acara digelar di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) dengan hadirin paling banyak kalangan mahasiswa.

Baca Juga:

“KUHP baru ini adalah jalan tengah,” kata Arsul P. Ia mengingatkan bahwa KUHP baru tidak dibuat dan disahkan secara dadakan. Rancangan KUHP baru yang kini sudah disahkan telah dibahas intensif sejak tahun 2015. Naskah Rancangan KUHP itu pun sudah melewati masa yang panjang sejak digagas pada era 60-an.

Arsul menjelaskan ada paradigma berbeda pada KUHP baru ini yang jauh berbeda dari KUHP warisan masa kolonial Belanda. “KUHP baru menggeser paradigma pemidanaan dari retributif semata menjadi restoratif,” kata Arsul. Pendapat Arsul ini mengacu sejumlah pasal KUHP baru.

Pertama, ada empat tujuan pemidanaan yang dijelaskan dalam Pasal 51 KUHP baru yaitu pencegahan tindak pidana, reintegrasi, rehabilitasi, dan membebaskan rasa bersalah. Tujuan pemidanaan diperjelas untuk memastikan pemidanaan tidak salah arah. Kedua, Pasal 53 KUHP baru bahkan menegaskan pedoman pemidanaan yaitu hakim wajib mengutamakan keadilan (ketimbang kepastian, red).

Tags:

Berita Terkait