Imparsial Sampaikan 3 Catatan di Hari Bhayangkara ke-76
Terbaru

Imparsial Sampaikan 3 Catatan di Hari Bhayangkara ke-76

Pengawasan terhadap Polri harus diperkuat. Reformasi kepolisian harus didorong kembali.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Suasana serah terima jabatan sejumlah perwira tinggi kepolisian di Mabes Polri. Foto Ilustrasi: RES
Suasana serah terima jabatan sejumlah perwira tinggi kepolisian di Mabes Polri. Foto Ilustrasi: RES

Hari jadi Polri yang dikenal dengan istilah Hari Bhayangkara diperingati setiap 1 Juli. Memperingati Hari Bhayangkara ke-76, sejumlah organisasi masyarakat sipil menyampaikan sejumlah catatan. Direktur Eksekutif Imparsial, Gufron Mabruri, mengatakan lembaganya mengucapkan selamat atas hari jadi Polri ke-76. Sekaligus mengapresiasi anggota Polri yang menjalankan tugasnya sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat dalam penegakan hukum.

“Kami berharap di usia yang tidak lagi muda ini, Polri tentunya terus memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya sebagai garda terdepan penegakan hukum di Indonesia dengan selalu mengedepankan akuntabilitas, transparansi, serta menjunjung tinggi prinsip dan nilai hak asasi manusia (HAM),” kata Gufron saat dihubungi, Senin (4/7/2022).

Gufron menyampaikan sedikitnya 3 catatan dalam rangka HUT Polri ke-76 ini. Pertama, momentum peringatan hari jadi ini harus digunakan untuk melakukan refleksi, evaluasi, dan koreksi diri dalam rangka memperbaiki kinerja polri ke depan. Perayaan yang sifatnya seremonial, seperti upacara, lomba, dan lain-lain boleh dilakukan, namun hal tersebut perlu dibarengi dengan hal yang sifatnya substantif.

“Akan sangat baik jika peringatan hari Bhayangkara dijadikan oleh Polri sebagai titik tolak untuk menjawab setiap kritik atas kinerja kepolisian selama ini, termasuk mendorong kembali agenda reformasi kepolisian,” ujar Gufron.

Baca Juga:

Menurut Gufron, pengarusutamaan HAM dalam pelaksanaan tugas-tugas kepolisian di berbagai tingkatan harus menjadi perhatian serius pimpinan Polri. Polisi profesional adalah polisi yang menjamin penghormatan dan perlindungan HAM.

Tapi sayangnya, isu HAM di kepolisian masih menjadi catatan yang disampaikan masyarakat sipil, mulai dari persoalan kekerasan dalam penanganan demonstrasi, penyiksaan dalam penegakan hukum, pembatasan kebebasan berekspresi/berpendat, kriminalisasi aktivis masih menjadi catatan buruk atas kinerja penegakan hukum kepolisian.

Dia menjelaskan perbaikan kinerja kepolisian dalam konteks penghormatan HAM dapat dimulai dari penguatan prinsip dan standar HAM di aturan internal, implementasi dan pengawasan kinerja kepolisian. Kendati telah ada Peraturan Kapolri No.8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, tapi belum ditindajlanjuti dengan aturan turunan yang konkrit.

“Misalnya, prosedur operasional standar, petunjuk teknis, maupun petunjuk pelaksanaan kerja-kerja kepolisian, sehingga memudahkan adanya evaluasi terhadap seluruh tindakan anggota Polri yang melanggar prinsip dan standar HAM,” lanjutnya.

Kedua, perbaikan kinerja kepolisian dalam konteks penghormatan terhadap HAM juga harus dilakukan dengan penguatan peran lembaga pengawas, seperti Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Peran Kompolnas selama ini tidak cukup kuat karena pengawasan yang dilakukan sekedar memberikan saran dan pertimbangan dalam penanganan pelanggaran oleh anggota kepolisian.

Dalam kasus-kasus yang memiliki potensi pelanggaran prinsip dan standar HAM, penguatan peran Kompolnas sangat diperlukan agar memiliki kewenangan menangani kasus-kasus anggota kepolisian secara Pro Justitia. “Perlu dilakukan guna memastikan pengawasan yang dilakukan berjalan efektif,” usul Gufron.

Ketiga, perbaikan kinerja kepolisian dalam konteks penghormatan terhadap HAM harus dilakukan dengan memperkuat pemahaman anggota kepolisian terhadap HAM. Penguatan pemahaman tersebut dapat dilakukan dengan mengintegrasikan HAM ke dalam kurikulum pendidikan dan kursus-kursus yang ada dalam lingkungan Polri.

Upaya penguatan independensi dan netralitas polri, khususnya dari unsur politik, menurut Gufron harus menjadi perhatian serius berbagai pihak. Hal ini penting mengingat Indonesia akan masuk tahun politik yaitu pemilu nasional yang sarat dengan kontestasi politik.

Gufron menekankan jangan sampai ada upaya "mempolitisasi" institusi Polri untuk kepentingan politik pragmatis karena hal tersebut akan berdampak pada profesionalisme polri dalam menjalankan tugas-tugasnya. “Pada konteks ini, dibutuhkan adanya komitmen dari semua pihak terutama elit dan partai politik serta pemimpin sipil lainnya untuk menjaga independensi Polri.”

Lebih dari itu, Gufron mengingatkan upaya mendorong independensi itu juga harus dibarengi dengan pengawasan. Memastikan Polri ke depan menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan UU yang berlaku, akuntabel, transparan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Terakhir, Gufron menekankan penting bagi Polri untuk terus membuka diri dan menerima masukan serta evaluasi dari masyarakat sipil, sehingga perbaikan-perbaikan di dalam internal kepolisian dapat dilakukan dan berjalan secara efektif. “Bentuk sikap yang menutup diri dari masukan dan kritik masyarakat sipil hanya akan merugikan Polri ke depan,” tegasnya.

Tags:

Berita Terkait