Indikator Pendeteksian Praktik Algoritma Price-Fixing dalam Hukum Persaingan

Indikator Pendeteksian Praktik Algoritma Price-Fixing dalam Hukum Persaingan

Tanpa pengaturan hukum persaingan yang matang, dikhawatirkan penggunaan algoritma bisa saja mengarah pada munculnya persekongkolan harga secara otomatis antar para pelaku usaha tanpa dapat disentuh hukum.
Indikator Pendeteksian Praktik Algoritma Price-Fixing dalam Hukum Persaingan

Belum lama, otoritas persaingan usaha Prancis (Autorite de la Concurrence) dan German (Bundeskartellamt) melakukan kajian tentang bagaimana penerapan algoritma dalam industri digital bisa mengarah pada praktik kartel dan penetapan harga (price-fixing). Pertanyaan tentang siapa yang bertanggung jawab terhadap pelanggaran persaingan apabila proses pergerakan harganya menggunakan algoritma menjadi perbincangan hangat di kalangan otoritas pengawas persaingan usaha dunia. 

Apakah mungkin suatu algoritma bisa diperlakukan layaknya subjek hukum tersendiri? Bila demikian bagaimana pertanggungjawabannya? Kemungkinan lainnya, apakah betul algoritma bisa menggerakkan harga sendiri secara otomatis? Atau, sebetulnya algoritma akan tetap selalu membutuhkan adanya peran manusia dalam memasukkan (input) harga ke dalam sistem? Bila dibiarkan tanpa pengaturan hukum persaingan yang matang, dikhawatirkan penggunaan algoritma bisa saja mengarah pada munculnya persekongkolan harga secara otomatis antar para pelaku usaha tanpa dapat disentuh hukum.

Ketua Komisioner KPPU, Kodrat Wibowo menyebut Komisi Pengawas Persaingan Usaha juga tengah melakukan penelitian terkait bagaimana proses penentuan algoritma harga. Sejauh ini, ia mengakui, begitu sulit mendeteksi apakah betul ada praktik penentuan harga (menaikkan dan menurunkan) dalam suatu perkara ekonomi digital. “Sebetulnya kita melihat no man behind the computer, karena algoritma itu berjalan sendiri,” tukasnya.

Cuma, Kodrat tak menutup kemungkinan algoritma bisa saja bekerja berdasarkan input (ada yang menggerakkan harga). Bila melihat kajian Bundeskartellamt, Kodrat menyebut, algoritma pernah diposisikan sebagai sebuah entitas (as a person). “Apakah hukum kita memungkinkan bisa seperti Jerman? Di mana bukan hanya perusahaan atau orang saja yang bisa dianggap sebagai subjek hukum tapi juga algoritma?” katanya.

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional