Indonesia Butuh Kodifikasi Hukum Perdata Internasional
Berita

Indonesia Butuh Kodifikasi Hukum Perdata Internasional

Masih sedikit hakim yang benar-benar memahami HPI.

Oleh:
HRS
Bacaan 2 Menit

Rendahnya pengetahuan hakim di bidang HPI ini tidak hanya terjadi di tingkat pertama (pengadilan negeri), tetapi juga hakim di Mahkamah Agung. “Kondisi hakim di MA juga kurang memahami HPI. Hanya dua hakim MA yang memahami. Itu pun juga diambang pensiun,” imbuhnya.

Sementara itu, Kepala Seksi Harmonisasi Perundang-undangan Bidang Politik Hukum dan HAM Surdiyanto mengatakan bahwa Kementerian Hukum dan HAM sudah menyadari kebutuhan itu. Bentuk perhatian yang dilakukan adalah mengkaji konvensi mana yang dibutuhkan dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan Indonesia.

Ada beberapa konvensi dari segi manfaat dan konsekuensi yang bisa diratifikasi Indonesia, yaitu Konvensi tentang Mendapatkan Barang Bukti dalam Perdagangan,dan Konvensi tentang Bantuan Penyampaian Dokumen Yudisialdan Ekstrayudisial ke Luar Negeri dalam Masalah Perdata dan Perdagangan.

Namun, ratifikasi suatu konvensi tidak mudah. Indonesia harus menjadi anggota HCPIL dengan mengajukan permohonan dan disetujui mayoritas negara anggota. HCPIL adalah suatu wadah untuk mengembangkan berbagai konvensi secara global dalam HPI. Konsekuensinya, Indonesia harus mendirikan suatu badan nasional dan adanya pengakuan keputusan pengadilan asing. “Kalau bergabung, kita harus mengakui keputusan pengadilan asing sementara itu sistem hukum nasional yang berlaku tidak mengakui putusan pengadilan asing. Ini bertentangan,” tukas Surdiyanto.

Meskipun rumit, Surdiyanto menegaskan bahwa peraturan HPI harus tetap meratifikasi sebuah konvensi terlebih dahulu. Pasalnya, unsur HPI telah melibatkan warga negara asing. Menurutnya, harus ada ukuran perlindungan untuk warga negara Indonesia dan asing. “Tidak bisa dibuat hanya HPI. Siapa yang mau menjamin peraturannya disana (di negara lain, red).  Apakah WNI kita dijamin di negara luar. Itu pentingnya konvensi guna ada kesepakatan,” papar Surdiyanto.

Menanggapi hal ini, pengajar Hukum Perdata Internasional FHUI ini pun meluruskan bahwa RUU HPI bukanlah sebuah konvensi, tetapi sebuah produk hukum nasional yang dibuat orang Indonesia untuk melindungi kepentingan nasionalnya. Bahkan, ada kelemahan dari ratifikasi konvensi, yaitu banyak susbtansi konvensi yang tidak dikuasai hakim. “RUU HPI ini adalah hukum nasional yang diciptakan anak bangsa yang ada unsur-unsur asingnya. RUU HPI ini bukan konvensi,” tukas Mutiara.

Ia pun mencontohkan kembali suatu negara yang memiliki aturan nasional HPI, yaitu Inggris. “Inggris itu diatur secara detail dan tegas mengenai HPI nya,” pungkasnya.

Tags: