Ingat, Kata Umum Tak Boleh Sembarangan Didompleng Sebagai Merek Dagang
Terbaru

Ingat, Kata Umum Tak Boleh Sembarangan Didompleng Sebagai Merek Dagang

Kata umum atau deskriptif dapat dijadikan suatu merek apabila merek tersebut merupakan merek sekunder (secondary brand) yang menjadi daya pembedanya.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit

“Namun demikian, hal ini tidak menjamin permohonan pendaftaran merek akan dapat terdaftar karena terdapat aspek – aspek krusial yang menjadi syarat dan pertimbangan dalam pemeriksaan substantif oleh pemeriksa merek di Kantor Merek. Aspek – aspek krusial tersebutlah yang menjadi pertimbangan bagi pemeriksa merek untuk menolak atau menerima permohonan pendaftaran merek tersebut,” tambahnya.

Oleh karena konsep pendaftaran merek di Indonesia menerapkan sistem first to file, lanjut Suyud, artinya siapa yang lebih dahulu mengajukan permohonan pendaftaran merek, maka ia yang berhak sebagai pemilik pertama atas merek dan hak eksklusif atas merek tersebut. Artinya, pihak lain tidak boleh memohonkan suatu merek dengan nama yang sama dengan merek yang telah terdaftar lebih dahulu, di kelas barang dan jasa yang sama. Oleh karenanya, sangat penting bagi setiap orang untuk memastikan mereka mendaftarkan nama dagang yang mereka gunakan sejak awal.

Hal penting lainnya yang harus dipertimbangkan oleh pemohon sebelum mengajukan permohonan pendaftaran merek adalah itikad baik (good faith) dalam mengajukan permohonan pendaftaran merek. Kantor Merek bisa saja menolak suatu permohonan pendaftaran merek yang didasarkan atas itikad tidak baik.

Ditinjau dari sisi UU Merek, Pasal 21 ayat 3 dimana disebutkan bahwa Permohonan dapat ditolak jika diajukan oleh Pemohon yang beritikad tidak baik dan yang dimaksud sebagai itikad tidak baik menurut UU Merek adalah pemohon yang patut diduga dalam mendaftarkan mereknya memiliki niat untuk meniru, menjiplak atau mengikuti merek milik pihak lain demi kepentingan usahanya yang dapat menimbulkan kondisi persaingan usaha tidak sehat yang pada akhirnya dapat berpotensi menyesatkan konsumen. Oleh karena itu, Kantor Merek mewajibkan pemohon untuk membuat surat pernyataan berisi bahwa merek yang dimohonkan tersebut merupakan milik pemohon dan tidak meniru merek pihak lain.

Perihal lain yang tidak kalah penting, adalah ketentuan penggunaan kata umum/generik dari suatu merek. Dalam praktek banyak pemohon merek menggunakan unsur-unsur kata umum atau kalimat yang hampir serupa antara merek yang satu dengan merek yang lain.

“Sesuai dengan pasal 20 huruf f UU Merek, berbunyi bahwa Merek tidak dapat didaftar jika merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum. Artinya, penggunaan kata umum, yang dijadikan sebagai suatu merek dagang atau merek jasa, tidak dapat terdaftar sebagai merek dagang atau merek jasa. Akibat hukum dari terdaftarnya kata umum sebagai merek adalah timbul hak monopoli bagi pemiliki merek karena merek terdaftar bersifat eksklusif. Artinya, hak eksklusif ini memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap pemilik merek, untuk melarang pihak lain menggunakannya tanpa izin dari pemilik merek,” jelasnya.

Itulah sebabnya penggunaan kata umum semestinya tidak dapat diterima pendaftarannya dan dijadikan sebagai merek karena menimbulkan rasa tidak adil apabila memberikan monopoli sesuatu yang merupakan milik umum.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait