Ingat, Kata Umum Tak Boleh Sembarangan Didompleng Sebagai Merek Dagang
Terbaru

Ingat, Kata Umum Tak Boleh Sembarangan Didompleng Sebagai Merek Dagang

Kata umum atau deskriptif dapat dijadikan suatu merek apabila merek tersebut merupakan merek sekunder (secondary brand) yang menjadi daya pembedanya.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit

Meskipun kata umum dan deskriptif berdasarkan UU Merek tidak bisa didaftarkan, terdapat pengecualiannya. Dalam Pasal 22 UU Merek disebutkan “…. terhadap merek terdaftar yang kemudian menjadi nama GENERIK, setiap orang dapat mengajukan permohonan merek dengan menggunakan nama GENERIK dimaksud dengan tambahan kata lain sepanjang ada unsur pembeda”.

Dengan demikian, kata umum atau deskriptif dapat dijadikan suatu merek apabila merek tersebut merupakan merek sekunder (secondary brand) yang menjadi daya pembedanya. Merek sekunder ini biasanya dikenal juga sebagai nama varian (variant name) atau merek dagang yang merupakan suatu kalimat atau istilah yang deskriptif dan bukan merupakan elemen utama dari kesatuan merek tersebut.

Pada Pada kasus Citayem, penggunaan kata Fashion Week merupakan suatu kata generik yang juga dapat didaftarkan selama memiliki unsur daya pembeda. Hal ini juga terjadi pada kasus merek untuk produk kosmetik yang terjadi baru-baru ini.

Pada dasarnya keduanya mempunyai merek utama yang berbeda tetapi menggunakan suatu merek sekunder yang sama. Merek utama seharusnya dapat menjadi pembeda dari keduanya, oleh karena kata generik yang digunakan sebagai merek sekunder tidak dapat dimonopoli. Hal serupa juga terjadi pada kasus merek pasta gigi yang pernah terjadi. Dimana kata sekunder yang digunakan merupakan suatu kata generik, sedangkan merek utama kedua produklah yang akan menjadi pembedanya.

Guru Besar UNAIR, Prof. Dr. Rahmi Jened, dikutip dari bukunya yang berjudul “Buku Hukum Merek” dinyatakan bahwa “karya setiap klaim atas generic term untuk memperoleh hak eksklusif merek harus ditolak karena pengaruhya akan memberikan hak monopoli tidak hanya pada tanda yang digunakan sebagai merek. Tetapi juga pada produk. Hal ini membuat merek tersebut tidak berdaya saing untuk dapat secara efektif memberi nama pada produk yang diusahakan untuk dijualnya”.

Berdasarkan pendapat tersebut, penggunaan generic term pada sebuah merek akan menggambarkan jenis dari produk tersebut dan tidak hanya sekedar menggambarkan produknya. Sehingga merek seperti ini dapat menjadikan produsen atau pemilik merek memiliki hak untuk memonopoli dan pihak lain tidak bisa memproduksi barang atau jasa yang sama, misalnya pada penggunaan kata ‘bersih’, ‘kuat’, ‘cerah’ atau kata-kata lainnya untuk produk-produk pembersih.

Oleh karena itu, pemilik merek tidak boleh memonopoli secara eksklusif atas kata generic atau kata bersifat umum sebagai merek dagang dan melarang pihak lain untuk menggunakannya. Sudah banyak putusan Mahkamah Agung yang menetapkan bahwa kata bersifat umum atau generik tidak boleh dimonopoli penggunaannya oleh satu pihak saja.

“Disarankan kepada pemohon pendaftaran merek supaya memperhatikan dan lebih hati-hati supaya merek yang akan didaftarkan tersebut benar-benar merupakan buah hasil pikiran sendiri dan tidak memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek yang sudah terdaftar. Begitupun dengan pemilik merek untuk memahami bahwa penggunaan kata umum tidak dapat semena-mena dimonopoli hak atas penggunaannya” pungkas Suyud.

Tags:

Berita Terkait