Ingkar Janji Soal Fasum Fasos, Pemda DKI Digugat
Berita

Ingkar Janji Soal Fasum Fasos, Pemda DKI Digugat

Aparat Pemerintah Daerah DKI Jakarta, khususnya biro hukum, belakangan ini terpaksa harus sering bertandang ke Pengadilan Negeri Jakarta (PN) Pusat. Selain menghadapi gugatan ratusan warga Petamburan, kini satu lagi gugatan perdata dilayangkan.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Ingkar Janji Soal Fasum Fasos, Pemda DKI Digugat
Hukumonline

 

Tidak percaya? Tengok saja gugatan yang diajukan dua bersaudara Chadidjah dan Aminah Tambunan. Chadidjah, warga Jl. Galuh dan Aminah, warga Jalan Turi Jakarta, melayangkan gugatan karena menilai Pemda telah mengalihkan fungsi tanah yang dihibahkan penggugat, dari semestinya untuk fasum fasos dialihkan menjadi kawasan bisnis. Kawasan dimaksud adalah sebagian lahan yang kini menjadi lokasi parkir Toyota Astra Motor di Jl. Sudirman, Jakarta.

 

Pemda memang tidak sendirian digugat. Berdasarkan salinan gugatan yang diperoleh hukumonline, turut digugat PT Panca Muspan, PT Brahmayasa Bahtera (PT Surya Raya Serasi, PT Astra Internasional Tbk, PT Wisma Kyoei Prince dan PT Melawai International Corp. Ltd. Majelis hakim yang menyidangkan perkara ini langsung dipimpin Ketua PN Jakarta Pusat, Muhammad Saleh.

 

Upaya damai sudah dilakukan Chadidjah dan Aminah. Lewat pengacara mereka, surat menyurat kepada para tergugat sudah dikirimkan. Sayang, tidak ada tanggapan berarti. Maka tidak ada pilihan lain kecuali melayangkan gugatan.

 

Berpindah tangan

Ceritanya, dari proyek Mohammad Husni Thamrin (MHT) yang diperkenalkan Pemda DKI era 1970-an. Dengan iktikad baik, penggugat merelakan sebagian tanahnya dilepas demi kepentingan proyek tersebut. Tidak kurang dari 887 meter persegi dilepaskan penggugat, dengan syarat tanah itu dipakai untuk fasum dan fasos. Gubernur DKI Jakarta sebagai penggagas proyek MHT mengeluarkan persetujuan pada 12 September 1973.

 

Belakangan, tanah itu ternyata sudah berpindah tangan. Fasum dan fasos yang diharapkan tidak pernah terwujud sama sekali. Yang terjadi justru sebaliknya. Tergugat justru memindahtangankan tanah yang sebetulnya masih menjadi milik penggugat. "Tergugat III (Pemda DKI) telah mengalihkan tanah yang semestinya untuk proyek MHT, yaitu proyek pembangunan untuk sarana sosial," tulis penggugat dari kantor pengacara Hanggoro, Haulussy & Partners.

 

Oleh karena mengalihkan fungsi tanah menjadi kawasan bisnis, penggugat merasa dirugikan dan meminta para tergugat membayar ganti rugi Rp9,98 miliar. Menurut penggugat, ganti rugi layak diminta. Sebab berdasarkan SK Gubernur DKI No. D.IV-4109/b/8/1974, warga DKI yang merelakan tanahnya untuk proyek MHT wajib mendapatkan hasil dari tanah yang dilepaskan haknya. Nyatanya, hingga sekarang Pemda DKI tak pernah memberikan.

 

Sejauh ini, belum diketahui respons dari para tergugat. Tetapi kepada sebuah majalah ibukota, Budi Rama, Kepala Biro Perlengkapan Pemda DKI, membantah pihaknya mengalihkan tanah dimaksud. Kata dia, sertifikat hak pakai atas tanah yang diserahkan Chadidjah dan Aminah masih tersimpan rapi. Dan sesuai sertifikat tadi, tanah tersebut harus dipergunakan untuk fasum fasos.

 

Lantas, siapakah gerangan yang telah memperjualbelikan tanah itu, sehingga sekarang menjadi lahan dari beberapa perusahaan tadi? Pengadilan lah yang harus mengungkap keanehan-keanehan tersebut.

 

Tags: