Ini 12 Isu Pending dalam RKUHP
Utama

Ini 12 Isu Pending dalam RKUHP

Mulai pengaturan rumusan hukum yang hidup di masyarakat, batasan usia pemidanaan, kesusilaan, hingga judul RUU.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

“Pidana mati dapat dijatuhkan secara bersyarat dengan masa percobaan. Sehingga dalam tenggang waktu percobaan terpidana bisa memperbaiki diri sehingga pidana mati tidak dilaksanakan, diganti dengan perampasan kemerdekaan, seumur hidup dan pidana 20 tahun,” ujarnya.

 

Ketiga, tentang usia. Dalam Pasal 76 ayat (1) huruf a menyebutkan, Dengan tetap mempertimbangkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan Pasal 60, pidana penjara sedapat mungkin tidak dijatuhkan jika ditemukan keadaan sebagai berikut: a. terdakwa berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun atau di atas 75 (tujuh puluh lima) tahun;”.

 

Menurut Prof Enny, berdasarkan ketentuan pasal tersebut perlu dipertimbangkan batasan usia untuk tidak menjatuhkan pidana perampasan kemerdekaan yakni pemenjaraan. Karena itu, perlu disepakati diganti tetap dengan  rumusan norma pasal sesuai dengan ketentuan Pasal 76 ayat (1) huruf a.

 

Keempat, tentang pengertian dan istilah. Tim pemerintah, kata Prof Enny, telah melakukan perbaikan terhadap semua pengertian dan istilah. Karena itu, tim pemerintah melakukan penyempurnaan dengan seluruh peraturan perundangan terkait.

 

Kelima, alasan memperingan dan memperberat pidana. Pemerintah berpendapat faktor memperingan dan memperberat ternyata tidak perlu pengaturan dalam bab khusus. Sebab dikhawatirkan bakal menimbulkan kesulitan hakim dalam menerapkan pemberian vonis hukuman.

 

Alasannya antara lain terdapat ketentuan terkait kewajiban hakim mempertimbangkan keadaan memberatkan dan meringankan terdakwa dalam Pasal 197 ayat (1) KUHAP. Begitu pula dengan Pasal 8 ayat (2) UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Hal lainnya, ketentuan pembatasan faktor meringankan atau memberatkan pidana dalam RKUHP malahan membatasi keebasan hakim dalam menjatuhkan putusan.

 

Keenam, mendirikan organisasi yang mengatur ajaran komunisme, marxisme, dan leninisme. Dalam perkembangan pembahasan memang telah dilakukan perbaikan dalam Pasal 220 -sebelumnya diatur dalam Pasal 207- khususnya huruf a, yakni mendirikan organisasi yang menganut ajaran Komunisme, Marxisme dan Leninisme. Alasannya, terhadap  orang yang mendirikan organisasi jelas maksudnya, sehingga frasa diketahui atau patut diduga keras tidak diperlukan lagi. Begitu pula dengan rumusan huruf b.

Tags:

Berita Terkait