Ini 7 Parameter 'Kegentingan Memaksa' Terbitnya Perppu Cipta Kerja
Utama

Ini 7 Parameter 'Kegentingan Memaksa' Terbitnya Perppu Cipta Kerja

Salah satunya, untuk melaksanakan Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2O2O, perlu dilakukan perbaikan melalui penggantian terhadap UU No.11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja. Kalangan masyarakat sipil dan akademisi menilai terbitnya Perppu Cipta Kerja ini tidak memiliki alasan konstitusional.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 5 Menit

Direktur LBH Jakarta Citra Referandum menilai mengatakan lembaganya mengecam terbitnya Perppu itu karena tidak dilatarbelakangi keadaan genting yang memaksa dalam menjalankan kehidupan bernegara serta merupakan bentuk pengkhianatan terhadap putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020.

LBH Jakarta sedikitnya memiliki 3 catatan atas Perppu yang terbit 30 Desember 2022 itu. Pertama, Perppu diterbitkan tidak dalam kegentingan yang memaksa. Mengutip pendapat Prof Bagir Manan, Citra menyebut ada beberapa kriteria “kegentingan yang memaksa” sebagaimana bunyi Pasal 22 UUD NKRI Tahun 1945. Antara lain ada krisis dimana disebut krisis apabila terdapat suatu gangguan yang menimbulkan kegentingan dan bersifat mendadak (a grave and sudden disturbance).

Ciri lainnya yakni kemendesakan yang dapat terjadi bila berbagai keadaan yang tidak diperhitungkan sebelumnya dan menuntut suatu tindakan atau pengaturan segera tanpa menunggu permusyawaratan terlebih dulu. “Penerbitan Perppu seharusnya tidak menjadi alat kekuasaan Presiden semata, walaupun merupakan kekuasaan absolut yang dibenarkan konstitusi (constitutional dictatorship). Penerbitan Perppu harus menjadi wewenang bersyarat bukan wewenang yang secara hukum umum melekat pada Presiden,” kata Citra Referandum dikonfirmasi, Senin (2/1/2023).

Alasan pemerintah menerbitkan Perppu karena dampak perang Rusia-Ukraina menurut Citra jauh dari keadaan bahaya baik secara kedekatan teritorial dan ekonomi-politik. Sarat akan kepentingan pengusaha dan proses pembentukan UU masih dapat dilaksanakan secara biasa atau normal sebagaimana yang ditentukan Pasal 22 UUD NKRI Tahun 1945 dan Putusan MK No.138/PUU-VII/2009.

Citra menekankan perlu adanya penjelasan secara ilmiah (scientific) dengan menggunakan berbagai medium pemerintah secara partisipatif yang meluas menyentuh setiap lapisan masyarakat bila ada gejala akan menghadapi situasi genting dan memaksa. Artinya, tidak menjadi tafsir subjektif Presiden RI dan Kabinet Pemerintahannya saja.

Untuk itu, LBH Jakarta mendesak untuk dilakukan 4 hal. Pertama, Presiden RI segera mencabut Perppu No.2 Tahun 2022. Kedua, DPR RI tidak menyetujui Perppu No.2 Tahun 2022. Ketiga, Presiden dan DPR harus menghentikan segala bentuk pembangkangan terhadap konstitusi. Keempat, Presiden dan DPR perlu menghentikan praktik buruk legislasi dan mengembalikan semua proses pembentukan peraturan perundang-undangan sesuai prinsip-prinsip konstitusi negara hukum yang demokratis dan HAM.

Tags:

Berita Terkait