Ini Alasan MK Tolak Pengujian UU Jabatan Notaris
Berita

Ini Alasan MK Tolak Pengujian UU Jabatan Notaris

Permohonan para Pemohon tidak beralasan menurut hukum.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Ketua MK Hamdan Zoelva. Foto: RES
Ketua MK Hamdan Zoelva. Foto: RES
Majelis MK menolak pengujian Pasal 82 ayat (1), (2), (3) UU No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaristerkait ketentuan wadah tunggal organisasi jabatan notaris. Alasannya, ketentuan serupa pernah diputuskan MK sebelumnya.

“Menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua Majelis MK, Hamdan Zoelva saat membacakan amar putusan bernomor 63/PUU-XII/2014 di ruang sidang MK, Rabu (3/12).

Sebelumnya, kalangan notaris seperti Raden Mas Soenarto, Teddy Anwar, dan Himpunan Notaris Indonesia (HNI) mempersoalkan Pasal 82 ayat (1), (2), (3) UU Jabatan Notaris terkait wadah tunggal organisasi jabatan notaris (Ikatan Notaris Indonesia). Ketentuan itu secara nyata membatasi/memaksa hak berserikat karena hanya ada satu organisasi notaris, dalam hal ini Ikatan Notaris Indonesia (INI) sebagai satu-satunya wadah profesi notaris.

Faktanya, terdapat lebih dari satu organisasi notaris, seperti Himpunan Notaris Indonesia (HNI) dan Persatuan Notaris Indonesia (PERNORI) yang memiliki anggota aktif. Sebagian notaris secara sadar memilih bergabung dengan dua organisasi itu tanpa paksaan. Karena itu, para pemohon meminta MK membatalkan Pasal 82 ayat (1) sepanjang frasa “satu wadah”, Pasal 82 ayat (2) sepanjang frasa “Wadah Organisasi Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Ikatan Notaris Indonesia” dan Pasal 82 ayat (3) sepanjang frasa ‘satu-satunya’ karena  bertentangan dengan UUD 1945.

Dalam pertimbangannya, Mahkamah mengaku belum pernah memutus konstitusionalitas Pasal 82 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU No. 2  Tahun 2014. Namun, substansi norma pasal yang mengatur satu-satunya wadah bagi jabatan notaris itu memiliki materi muatan yang sama dengan Pasal 82 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2004. Sementara ketentuan itu telah diputus melalui Putusan MK No. 009/PUU-III/2005 bertanggal 13 September 2005.

Mahkamah mengutip pertimbangan putusan itu yang menyatakan Pasal 82 ayat (1) UU Jabatan tidak melarang setiap orang yang menjalankan profesi notaris untuk berkumpul, berserikat dan mengeluarkan pendapat. Namun, pelaksanaan hak berserikat itu mereka harus berhimpun dalam satu wadah organisasi notaris. Sebab, notaris adalah pejabat umum yang diangkat dan diberi tugas dan wewenang tertentu oleh negara dalam rangka melayani kepentingan masyarakat, yakni membuat akta otentik.

“Karena itu, diperlukan upaya pembinaan, pengembangan, dan pengawasan secara terus menerus, sehingga semua notaris semakin meningkatkan kualitas pelayanan publik. Sehingga, diperlukan satu-satunya wadah (wadah tunggal) organisasi notaris dengan satu kode etik dan satu standar kualitas pelayanan publik,” ujar Hakim Konstitusi Wahidudin Adams mengutip pertimbangan putusan sebelumnya.

Alasan Mahkamah kala itu, dengan hanya ada satu wadah organisasi notaris, pemerintah akan lebih mudah melaksanakan pengawasan terhadap pemegang profesi notaris yang diberikan tugas dan wewenang sebagai pejabat umum. Notaris juga merupakan organ negara dalam arti luas. Karenanya, negara berkepentingan akan adanya wadah tunggal organisasi notaris.

“Substansi permohonan para pemohon hakikatnya sama dengan permohonan No. 009/PUU-III/2005, sehingga pertimbangan Mahkamah itu mutatis mutandis (otomatis) menjadi pertimbangan pula dalam putusan ini. Permohonan para Pemohon tidak beralasan menurut hukum,” ucapnya.
Tags:

Berita Terkait