Ini Dia 3 Prioritas Keketuaan Indonesia di MIKTA
Terbaru

Ini Dia 3 Prioritas Keketuaan Indonesia di MIKTA

Antara lain mencakup penguatan multilateralisme, pemulihan yang inklusif, dan transformasi digital.

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 2 Menit
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi (kedua dari kiri) bersama 4 delegasi negara anggota MIKTA. Foto: Humas Kemlu
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi (kedua dari kiri) bersama 4 delegasi negara anggota MIKTA. Foto: Humas Kemlu

MIKTA merupakan sekelompok negara yang terdiri atas Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia. Kelima negara yang diwadahi MIKTA bersatu padu dalam keragaman budaya dan wilayah. Seperti dilansir laman resmi MIKTA, eksistensinya telah hadir sebagai pengelompokan lintas kawasan negara-negara anggota G20 pada tahun 2013 silam. Dengan gagasan untuk bekerja sama dapat menjembatani perbedaan antara negara maju dan negara berkembang serta membangun konsensus mengenai isu global.

Belum lama ini, Indonesia secara resmi mendapat estafet keketuaan MIKTA dari Turki. Penerimaan tersebut berlangsung pada pertemuan MIKTA di New Delhi, India, pada Kamis (2/3/2023) kemarin. Dengan dilakukannya serah terima estafet kepemimpinan tersebut, Indonesia bakal jadi ketua MIKTA selama satu tahun ke depan.

“Terdapat 3 prioritas keketuaan Indonesia di MIKTA. Pertama, penguatan multilateralisme. Indonesia percaya bahwa multilateralisme merupakan cara terbaik untuk memastikan semua negara berdiri sama tinggi dan mencegah kesewenang-wenangan pihak yang berkuasa,” ujar Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, dalam sambutannya saat serah terima keketuaan MIKTA seperti dikutip dari situs resmi Kementerian Luar Negeri RI, Kamis (2/3/2023).

Menurutnya, saat ini isu multilateralisme tengah menghadapi tekanan. Atas kondisi yang terjadi dewasa ini, maka keberadaan MIKTA harus dapat menjadi garda terdepan guna menjaga multilateralisme. Dengan demikian, diharapkan keamanan, stabilitas, dan kemakmuran bersama dapat lebih terdongkrak.

Prioritas kedua adalah pemulihan yang inklusif. Retno menjelaskan bagaimana negara berkembang senantiasa berhadapan dengan prospek suram yang merupakan imbas dari beragam tantangan global. Bila hal tersebut berlanjut, dikhawatirkan dunia tidak lagi dapat betul-betul pulih. Dalam hal ini, MIKTA harus bisa mengkoordinasikan aksi demi mewujudkan pemulihan global yang kuat dan inklusif.

“Tujuan Pembangunan Berkelanjutan tetap menjadi agenda inti MIKTA yang diperkuat dengan dialog inklusif bersama mitra-mitra eksternal. Terakhir, ketiga, transformasi digital. Tahun ini MIKTA harus mengintensifkan upaya-upaya untuk membangun norma, berbagi best practices, dan menggalang respons kolektif,” ungkapnya.

Mengingat pemanfaatan teknologi atau dengan digitalisasi maka dapat membawa masa depan ekonomi MIKTA yang sejahtera. Banyak peluang besar yang tercipta dengan digitalisasi. Meski begitu, tak dipungkiri akan adanya tantangan seperti misinformasi dan disinformasi.

Sebagai informasi, Indonesia tidak hanya memegang keketuaan di MIKTA, melainkan juga bersamaan dengan keketuaannya di Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). “Kami berharap agar MIKTA dan ASEAN dapat menjadi ‘jembatan’ dan ‘kekuatan positif’ di kancah politik global,” imbuhnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah secara resmi menerima tongkat keketuaan ASEAN dari Perdana Menteri Kamboja Hun Sen. Di tengah dinamika yang bergejolak di dunia internasional, Indonesia mengusung tema “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth” dalam keketuaannya.

Adapun Kick Off Keketuaan Indonesia di ASEAN pada tahun 2023 dilangsungkan secara meriah pada Minggu (29/1/2023) lalu di Bundaran Hotel Indonesia. Presiden Jokowi menabuh alat musik rebana sebagai tanda dimulainya acara pagi itu. Di hadapan ribuan masyarakat, Presiden mengaku optimis ASEAN dapat tetap relevan, mewujudkan Indo Pasifik yang damai dan stabil, juga menjadi pusat pertumbuhan ekonomi.

Tags:

Berita Terkait