Ia sepakat, kualitas pelayanan kepada klien menjadi nomor satu bagi kantor hukum. Atas dasar itu, LGS terus berkonsentrasi untuk memperluas ekspansi klien ke seluruh wilayah Indonesia. “Indonesia masih begitu besar dan investasi klien belum tentu di Jakarta, bisa juga di daerah. Kami tidak ingin menjadi besar di Jakarta saja, cabang di daerah ingin kami tumbuhkan. Caranya nanti berasosiasi juga dengan law firm di daerah,” tandasnya.
Recognized Mid-Sized
Selain Top 30 besar, survei juga menghasilkan 46 peringkat yang masuk kategori “Recognized Mid-Sized IndonesianCorporate Law Firms 2019”. Jika dilihat dari jumlah fee earners, dalam kategori ini yang terbanyak adalah 19 fee earners dan paling kecil 3 fee earners.
Sebanyak 55 kantor hukum masuk dalam kategori ini. Beberapa di antaranya berada di peringkat yang sama karena jumlah fee earners hingga rinciannya seperti jumlah partner, associate, of counsel hingga advokat asing juga sama. Kantor hukum pada peringkat 1-10 secara berturut-turut memiliki 19-15 fee earners. Kantor hukum pada peringkat 11-20 secara berturut-turut memiliki 14-12 fee earners. Kemudian, kantor hukum pada peringkat 21-45 berturut-turut memiliki 11-3 fee earners.
Untuk lima terbesar di kategori ini adalah Law Office Yang & Co dengan total 19 fee earners, yang terdiri dari 5 partner dan 14 associate. Peringkat kedua adalah Schinder Law Firm dengan total 19 fee earners yang terdiri dari 3 partner, 11 associate, 4 of counsel dan 1 advokat asing.
Pada urutan ketiga adalah Guido Hidayanto and Partners dengan total 17 fee earners, yang terdiri dari 5 partner, 10 associate dan 2 of counsel. Peringkat keempat diisi oleh Situmorang & Partners dengan total 17 fee earners, yang terdiri dari 3 partner, 10 associate, 2 of counsel dan 2 advokat asing. Sedangkan peringkat kelima adalan Frans Winarta & Partners dengan total 16 fee earners, yang terdiri 6 partner dan 10 associate.
Salah satu kantor hukum yang masuk dalam kategori midsized ini adalah Prayogo Advocaten. Managing Partner Prayogo Advocaten Daniel Dhanu Prayogo memiliki cara tersendiri dalam menyiasati keterbatasan sumber daya, yakni dengan menerapkan affiliate partner di kantornya.
Para partner afiliasi ini pada dasarnya tidak bekerja di law firm milik Dhanu. Hanya saja mereka menjadi rekan rujukan ketika Dhanu membutuhkan sumber daya lawyer dalam menangani suatu perkara yang sesuai dengan spesialisasi masing-masing. “Modelnya kerja sama lepas saja, kalau ada perkara kami panggil,” katanya. Nantinya dalam surat kuasa akan dicantumkan bahwa partner afiliasi tersebut adalah lawyer dari kantor Prayogo Advocaten.
Setiap partner afiliasi leluasa memiliki kantor hukum masing-masing. Dhanu mengakui tidak semua partner afiliasi memiliki perjanjian tertulis dengan Prayogo Advocaten. Cara ini membuat Dhanu leluasa memperluas bidang praktik yang ditawarkan berdasarkan ketersediaan dan kecocokan dengan partner afiliasi yang mau bekerja sama dengannya. Sebaliknya, Dhanu pun dapat membantu di kantor hukum partner afiliasi tersebut dalam perkara yang sedang ditangani dengan cara yang sama.