Ini Hasil Investigasi Sementara Dugaan Kartel Daging Sapi
Utama

Ini Hasil Investigasi Sementara Dugaan Kartel Daging Sapi

Salah satu Terlapor mengeluhkan kebijakan penentuan kuota oleh pemerintah.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Gedung KPPU. Foto: RES
Gedung KPPU. Foto: RES
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akhirnya menggelar sidang perdana terkait dugaan kartel daging sapi. Agenda pada Selasa (15/9) adalah penyerahan laporan dugaan pelanggaran pelanggaran perkara. Sidang selanjutnya dilaksanakan seminggu kemudian dengan agenda penyerahan tanggapan terlapor atas dugaan pelanggaran perkara.

Investigator KPPU, Muhammad Rofiq menjelaskan indikasi yang menguatkan dugaan terjadinya kartel daging sapi. Sebanyak 32 terlapor diduga melakukan pelanggaran terhadap Pasal 11 dan Pasal 19 huruf c UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Dugaan terjadinya pelanggaran Pasal 11 UU No. 5 Tahun 1999 pokoknya berkaitan dengan perjanjian pelaku usaha dengan pelaku usaha lain untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan jasa.

Faktanya, feedloter yang disebutkan yakni 32 terlapor adalah pelaku usaha yang merupakan pesaing satu sama lain. Dalam pertemuan-pertemuan di asosiasi, pelaku usaha diduga melakukan pembicaraan mengenai harga jual sapi. “Perilaku pelaku usaha menahan pasokan untuk mengatur agar pasokan sapi tetap tersedia merupakan bentuk pengaturan pemasaran yang berdampak pada harga yang mencapai puncaknya pada tahun 2013 dan Juli–Agustus 2015,” kata Rofiq saat membacakan laporan investigasi.

Rofiq melanjutkan, bahwa pembicaraan mengenai harga melalui asosiasi dna kemudian perilaku harga di pasar yang cenderung sama serta adanya kesamaan perilaku mengatur pasokan sapi dengan alasan yang sama untuk menjaga keberlangsungan pasokan merupakan bentuk tindakan saling penyesuaian pemasaran sehingga mempengaruhi harga yang telah dibahas melalui asosiasi. Tindakan saling menyesuaikan tersebut dan pembahasan harga melalui asosiasi merupakan perilaku yang saling mengikatkan diri satu sama lain yang merupakan bentuk perjanjian.

Selanjutnya dugaan terjadinya pelanggaran Pasal 19 huruf c UU No. 5 Tahun 1999 yang pada pokoknya berkaitan dengan perilaku pelaku usaha baik sendiri maupun bersama-sama melakukan satu atau beberpa kegiatan baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain membatasi peredaran dan atau penjualan pada pasar bersangkutan.

Dalam hal ini investigator menemukan bahwa pada 2013 dan pada Juli-Agustus 2015 pelaku usaha secara sendiri dan atau bersama-sama melakukan tindakan mengatur pasokan sapi dengan cara membatasi penjualan sapi ke Rumah Pemotongan Hewan (RPH) dengan alasan untuk menjaga keberlangsungan persediaan. Tindakan tersebut telah mengakibatkan peningkatan harga sapi yang berdampak pada peningkatan harga daging sapi.

Menanggapi hal tersebut, salah satu terlapor, Direktur I CV Mitra Agro Sampurna Riza Haerudin menyatakan bahwa penentuan harga daging sapi tahun ini tidak bisa disamakan dengan tahun sebelumnya. Ia mengingatkan yang menjadi persoalan adalah sapi impor. “Pada dasarnya yang kita bicarakan sapi impor, sapi impor itu kita beli dengan dollar Amerika Serikat, bukan beli dengan rupiah, jadi kurs dilihat juga. Ini masalahnya, masalahnya dollar itu tahun 2012 berapa? 2009 berapa? Baru konversi ke sekarang berapa? Jangan rupiah ke rupiah, karena kita ini impor,” kata Riza usai persidangan.

Riza merinci, saat ini nilai tukar rupiah terhadap USD adalah Rp14.400. Harga sapi hidup Australia berkisar antara AS$2,7 sampai 2,9 AS$ per kilogram tergantung jenis sapi betina atau jantan. Kemudian harus ditambah lagi dengan biaya bea masuk 5 persen, PPh 23 sebesar 2,5 persen,  dan transportasi sebesar Rp500 sampai 1000 per kilogramnya, tergantung pada lokasi. Jika dihitung, biaya tambahan tersebut berkisar antara Rp43ribu hingga Rp44ribu rupiah. “Kita disuruh jual Rp38 ribu, jadi kita disuruh mensubsidi pasar,” tambahnya.

Selain itu Riza juga menyoroti kebijakan pemerintah. Selama ini pemberian kuota dilakukan per tiga bulan, sementara untuk berfeedlot dilakukan selama empat bulan. Seharusnya, pemerintah dapat mengeluarkan aturan kuota  impor daging sapi selama satu tahun yang dibagi menjadi empat kuartal. Tapi kenyataanya, lanjutnya, kuota ditentukan tiap kuartal dan bahkan masa kuartal sudah masuk namun kuota tak kunjung dikeluarkan oleh pemerintah. “Ini khan membuat kita (importir dan feedloter) bingung membuat yang continue dan simultan,” pungkasnya.

Adapun terlapor dalam perkara ini adalah PT AKM, PT APS, PT AGP, PT AJK, PT AGK, PT AS, PT BMT, PT CABS, PT EI, PT FMP, PT GGL, PT LJP, PT LMaL, PT LMeL, PT PT, PT RAI, PT SaA, PT SNI, PT SeA, PT TUM, PT WMP, PT KGU, PT SGL, PT NTF, PT KAR, PT. SCK, PT BPS, PT CMT, PT KLJ, CV MASang, CV MASam, dan PT KAS.
Tags:

Berita Terkait