Ini Penjelasan Kuasa Hukum Pemohon Terkait PKPU Jiwasraya
Utama

Ini Penjelasan Kuasa Hukum Pemohon Terkait PKPU Jiwasraya

Penerapan Pasal 223 UU Kepailitan dinilai hanya berlaku untuk kepentingan publik, bukan perorangan.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit

Sementara itu dalam sidang kedua dengan agenda jawaban dari termohon, kuasa hukum termohon James Purba menegaskan bahwa para pemohon PKPU tidak memiliki kewenangan untuk dapat bertindak selaku pemohon PKPU terhadap pemohon PKPU yang merupakan perusahaan asuransi.

James juga menegaskan bahwa Permohonan PKPU dari Para Pemohon PKPU adalah tidak berdasar dan bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku karena bertentangan dengan Pasal 223 jo Pasal 2 ayat 5 UU No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, maka Permohonan PKPU terhadap perusahaan asuransi tidak dapat diajukan langsung oleh Kreditur.

Bunyi Pasal 223 UU Kepailitan, “Dalam hal Debitor adalah Bank, Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, dan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik maka yang dapat mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang adalah lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5)”.

Kemudian didasarkan Pasal 223 UU No. 37 Tahun 2004 Jo Pasal 50 ayat (1) Jo Pasal 90 butir b UU No. 40 Tahun 2014 jo Pasal 52 ayat (1)  POJK No. 28/POJK.05/2015, dalam kaitannya dengan Permohonan PKPU a quo, terbukti bahwa Para Pemohon PKPU dalam perkara a quo bukanlah lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2014 yang menggantikan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) UU No. 37 Tahun 2004, yang memiliki kewenangan mengajukan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang kepada Termohon PKPU sebagai perusahaan perasuransian, dengan demikian dengan tidak berwenangnya Para Pemohon Sebagai Pemohon PKPU, maka sudah sepatutnya Permohonan PKPU dalam perkara a quo harus atau setidaknya dinyatakan tidak dapat diterima.

Selain itu, James juga menyebut bahwa permohonan PKPU dari pemohon PKPU tidak memenuhi syarat atau cacat formil. Hal ini dikarenakan perbaikan permohonan PKPU dari para pemohon hanya ditandangani oleh kuasa hukum dan tidak ditandatangani oleh para pemohon PKPU.

Pada 20 Januari 2021, pemohon melakukan perbaikan permohonan pada halaman 4, namun Perbaikan Permohonan hanya ditandatangani oleh kuasa hukum dari Para Pemohon PKPU yaitu M. Aliyas Ismail dan Frengky Richarddan tidak ditandatangani oleh Para Pemohon PKPU, baik Pemohon I ataupun Pemohon II.

Jika merujuk pada ketentuan Pasal 224 ayat (1) UU Kepailitan, “Permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 222 harus diajukan kepada Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dengan ditandatangani oleh pemohon dan oleh advokatnya.”

“Ketentuan ini mewajibkan Para Pemohon bersama sama dengan Advokatnya wajib tanda tangan, tidak boleh hanya advokat nya, karena pada hakekatnya hal ini merupakan satu kesatuan dari Permohonan PKPU,” jelas James.

Selain itu berdasarkan ketentuan Pasal 8 ayat 3 Rv (Reglement of de Rechtsvordering), “bahwa suatu gugatan mengandung kecacatan baik formil maupun materiil, maka gugatan tersebut akan ditolak atau tidak dapat diterima”.

“Sehingga atas dasar tersebut, terbukti bahwa Perbaikan Permohonan yang tidak ditandatangani oleh Para Pemohon PKPU mengandung kecacatan Formil, maka senada dengan ketentuan Pasal 8 ayat 3 Rv, Permohonan Para Pemohon PKPU harus ditolak atau tidak dapat diterima,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait