Ini Pesan Pemerintah dalam Menyusun Prolegnas 2020-2024
Berita

Ini Pesan Pemerintah dalam Menyusun Prolegnas 2020-2024

Melihat hasil evaluasi Prolegnas 2015-2019, Pemerintah menilai tingkat penyelesaian RUU menjadi UU sangat rendah.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
Menkumham Yasonna H Laoly. Foto: RES
Menkumham Yasonna H Laoly. Foto: RES

Pemerintah tengah menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah Tahun 2020-2024. Terdapat sejumlah pesan yang diharapkan menjadi dasar dalam penyusunan Prolegnas. Hal ini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo bahwa dalam menyiapkan Prolegnas, wajib memperhatikan deregulasi, penyederhanaan (simplifikasi) dan kemudahan prosedur (friendly).

 

Pemerintah, lanjut Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, berharap regulasi yang disusun tidak kaku, rumit dan berpotensi menimbulkan biaya tinggi sehingga menyulitkan masyarakat dan pelaku usaha (Ease Of Doing Business). Selain itu, regulasi yang tidak konsisten dan tumpang tindih antara satu dan lainnya harus dipangkas, diselaraskan dan disederhanakan, serta menghindari hiper regulasi/obesitas regulasi.

 

Regulasi juga tidak boleh menghambat inovasi, tanggap terhadap tantangan baru dan perkembangan teknologi. Regulasi yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman harus dihapus. Kemudian, regulasi harus mempermudah rakyat mencapai cita-citanya, harus memberikan rasa aman, harus memudahkan semua orang untuk mendapatkan haknya, serta mampu mendorong semua pihak untuk berinovasi menuju Indonesia Maju.

 

Atas dasar itu, dalam penataan regulasi program yang akan dikerjakan selama lima tahun ke depan untuk meningkatkan kemudahan berusaha, perluasan kesempatan kerja dan peningkatan investasi. Salah satunya adalah memprakarsai pembentukan dua undang-undang, yaitu UU tentang Cipta Lapangan Kerja dan UU tentang Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

 

“Undang-undang tersebut merupakan Omnibus Law di mana masing-masing undang-undang tersebut akan sekaligus merevisi atau menghapus substansi beberapa undang-undang baik yang menghambat penciptaan lapangan kerja maupun menghambat pengembangan berusaha di Indonesia,” kata Yasonna.

 

Ia berharap, penyusunan naskah akademik dan RUU Omnibus law tersebut dilakukan dengan cara sinergitas kementerian/lembaga terkait dengan prinsip menghilangkan ego sektoral dan mendorong RUU dimaksud masuk Prioritas Prolegnas 2020. Menurutnya, menghilangkan ego sektoral bagi kementerian/lembaga terkait sangat penting sehingga hasil evaluasi Prolegnas jangka menengah tahun 2015-2019 yang rendah tidak terulang lagi.

 

Pada periode tersebut, dari 189 RUU yang masuk Prolegnas jangka menengah 2015-2019 sebanyak 189 RUU, hanya 35 RUU yang disahkan menjadi UU oleh DPR. "Itu namanya nafsu besar tenaga kurang. Tingkat penyelesaiannya sangat rendah sekali," ujar Yasonna.

 

Baca:


Rinciannya, pada tahun 2015 disepakati 40 RUU yang masuk dalam prolegnas prioritas, terdiri dari 27 RUU usulan DPR, 12 RUU usulan pemerintah dan satu RUU usulan DPD. Namun, yang disahkan menjadi Undang-Undang hanya tiga RUU. Pada 2016, disepakati 50 RUU masuk dalam prolegnas prioritas, terdiri 25 RUU usulan DPR, 13 RUU usulan pemerintah, dua RUU usulan DPD, serta 10 RUU tambahan. Tetapi yang disahkan menjadi Undang-Undang hanya 10 RUU.

 

Selanjutnya pada 2017, dari 52 RUU yang masuk prolegnas prioritas, terdiri dari 34 RUU usulan DPR, 15 RUU usulan pemerintah, dan 3 RUU usulan DPD, yang disahkan menjadi Undang-Undang hanya lima RUU. Pada 2018, sebanyak 50 RUU masuk prolegnas prioritas, terdiri dari 31 RUU usulan DPR, 18 RUU usulan pemerintah, dan tiga RUU usulan DPD, hanya lima RUU yang disahkan menjadi Undang-Undang.

 

Kemudian pada 2019, dari 55 RUU yang masuk prolegnas prioritas, terdiri dari 35 RUU usulan DPR, 16 RUU usulan pemerintah, dan empat RUU usulan DPD, yang disahkan menjadi Undang-Undang hanya 12 RUU. Menurut Yasonna, rendahnya capaian tersebut menunjukkan bahwa beberapa usulan RUU dalam prolegnas tidak didasarkan pada konsepsi yang baik dalam menggambarkan kebutuhan penyelenggaraan negara.

 

“Memperhatikan hasil evaluasi Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 dan Prioritas tahunan tersebut, capaian kuantitas Prolegnas dinilai cukup rendah. Hal ini dapat diakibatkan bahwa beberapa usulan RUU dalam Prolegnas tidak didasarkan pada konsepsi yang baik dalam menggambarkan kebutuhan penyelenggaraan negara,  penyusunan RUU masih dipengaruhi kepentingan dan ego sektoral, dan mekanisme pembahasan yang belum ekfektif dan efisien,” tutupnya.

 

Sebelumnya Baleg DPR mengingatkan Pemerintah mengenai pembentukan lembaga/badan yang mengurusi penyusunan peraturan perundang-undangan di internal pemerintah baik pusat maupun daerah, sesuai amanat UU No. 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Jika sampai batas akhir penetapan prolegnas 2020-2024 belum juga terbentuk, Baleg berharap agar pemerintah memaksimalkan peran dan fungsi Badan Pembinaan Hukum Nasional.

Tags:

Berita Terkait