Ini Pokok-pokok RPP Sektor Pertanahan, Tata Ruang, PSN, KEK, dan Informasi Geospasial
Berita

Ini Pokok-pokok RPP Sektor Pertanahan, Tata Ruang, PSN, KEK, dan Informasi Geospasial

Pemerintah berharap semua menjadi lebih mudah atau singkat setelah adanya UU Cipta Kerja atau aturan-aturan pelaksanaannya tersebut tercipta.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit
Perwakilan pemerintah berfoto bersama pimpinan DPR usai pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10) lalu. Foto: RES
Perwakilan pemerintah berfoto bersama pimpinan DPR usai pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10) lalu. Foto: RES

Pemerintah terus melakukan sosiasilasi sekaligus menampung aspirasi masyarakat terkait penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Kegiatan ini dilakukan oleh pemerintah di beberapa daerah dan kota-kota besar di Indonesia.

Pada Senin, (7/12), acara “Serap Aspirasi UU Cipta Kerja” kembali diselenggarakan di Mataram, Nusa Tenggara Barat. Pada kesempatan tersebut, pemerintah berusaha menampung seluruh masukan dari stakeholders untuk penyusunan RPP dan RPerpres terkait sektor pertanahan, tata ruang, Proyek Strategis Nasional (PSN), Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), informasi geospasial, serta pertanian, kelautan dan perikanan.

Dalam sektor ini, terdapat 9 (sembilan) RPP yang sedang dibahas, yaitu: (1) RPP terkait Penyelenggaraan Penataan Ruang, (2) RPP terkait Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, (3) RPP terkait Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah, (4) RPP terkait Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar, (5) RPP terkait Bank Tanah, (6) RPP terkait Kemudahan PSN, (7) RPP terkait KEK, (8) RPP terkait Penyelesaian Ketidaksesuaian antara Tata Ruang dengan Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak Atas Tanah, dan (9) RPP terkait Informasi Geospasial.

Berbagai hal akan diubah menjadi lebih mudah atau singkat setelah adanya UU Cipta Kerja atau aturan-aturan pelaksanaannya tersebut tercipta. Misalkan untuk RPP pertama, sebelum adanya UU Cipta Kerja, produk Rencana Tata Ruang (RTR) hanya dimiliki dan disimpan oleh pemerintah, yang sebagian besar berbentuk hard copy, sehingga tata ruang terkesan menghambat investasi. (Baca Juga: Pemerintah Serap Aspirasi RPP Sektor Perdagangan dan Keagamaan UU Cipta Kerja)

Sedangkan, masyarakat dan investor yang ingin mengakses informasi RTR harus datang langsung ke kantor pemerintah dan menempuh proses administrasi yang rumit dan lama. Hal ini mengakibatkan proses penerbitan izin berusaha menjadi rumit dan tidak transparan, banyak gugatan dari masyarakat akibat RTR dan pemanfaatan ruang yang tumpang tindih.

Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kemenko Perekonomian, Wahyu Utomo, menjelaskan produk RTR telah dipublikasi pemerintah melalui berbagai platform, jadi masyarakat dan pihak terkait dapat memanfaatkan informasi RTR secara online. Platform produk RTR juga terkoneksi dengan portal pelayanan perizinan (Online Single Submission/OSS).

“Untuk itu, proses perizinan berusaha dan non-usaha menjadi lebih cepat dan transparan, berdasarkan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR). Perizinan berusaha yang telah diterbitkan menjadi pertimbangan dalam peningkatan kualitas RTR,” katanya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait