Ini Rangkaian Stimulus Ekonomi Kedua untuk Menangani Dampak Virus Corona
Berita

Ini Rangkaian Stimulus Ekonomi Kedua untuk Menangani Dampak Virus Corona

Namun kebijakan ini dinilai kurang pas. Pemerintah seharusnya memberikan insentif terkait pajak untuk semua sektor industri.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit

 

Keempat, relaksasi restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Relaksasi diberikan melalui restitusi PPN dipercepat (pengembalian pendahuluan) bagi 19 sektor tertentu, WP KITE, dan WP KITE-IKM. Restitusi PPN dipercepat diberikan selama 6 bulan, terhitung mulai bulan April hingga September 2020 dengan total perkiraan besaran restitusi sebesar Rp1,97 triliun. Tidak ada batasan nilai restitusi PPN khusus bagi para eksportir, sementara bagi para non-eksportir besaran nilai restitusi PPN ditetapkan paling banyak Rp5 miliar. Dengan adanya percepatan restitusi, Wajib Pajak dapat lebih optimal menjaga likuiditasnya.

 

Stimulus Non-Fiskal

Guna melengkapi paket kebijakan stimulus fiskal yang telah disampaikan, Pemerintah juga telah menyiapkan paket kebijakan non-fiskal yang bertujuan untuk lebih memberikan dorongan terhadap kegiatan ekspor-impor. Stimulus non-fiskal tersebut meliputi:

 

Pertama, penyederhanaan dan pengurangan jumlah Larangan dan Pembatasan (Lartas) untuk aktivitas ekspor yang tujuannya untuk meningkatkan kelancaran ekspor dan daya saing. Dalam hal ini dokumen Health Certificate serta V-Legal tidak lagi menjadi dukumen persyaratan ekspor kecuali diperlukan oleh eksportir. Implikasinya, terdapat pengurangan Lartas ekspor sebanyak 749 kode HS yang terdiri dari 443 kode HS pada komoditi ikan dan produk ikan dan 306 kode HS untuk produk industri kehutanan.  

 

Kedua, penyederhanaan dan pengurangan jumlah Larangan dan Pembatasan (Lartas) untuk aktivitas impor khususnya bahan baku yang tujuannya untuk meningkatkan kelancaran dan ketersediaan bahan baku. Stimulus ini diberikan kepada perusahaan yang berstatus sebagai produsen dan pada tahap awal akan diterapkan pada produk Besi Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya yang selanjutnya akan diterapkan pula pada produk pangan strategis seperti garam industri, gula, tepung sebagai bahan baku industri manufaktur. Terkait dengan duplikasi peraturan impor, Pemerintah juga akan melakukan penyederhanaan terutama pada komoditi: Hortikultura, Hewan dan Produk Hewan, serta Obat, Bahan Obat dan Makanan.

 

Ketiga, percepatan proses ekspor dan impor untuk Reputable Traders, yakni perusahaan-perusahaan terkait dengan kegiatan ekspor-impor yang memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi. Pada prinsipnya, perusahaan dengan reputasi baik akan diberikan insentif tambahan dalam bentuk percepatan proses ekspor dan impor yakni: penerapan auto response dan auto approval untuk proses Lartas baik ekspor maupun impor serta penghapusan Laporan Surveyor terhadap komoditas yang diwajibkan. Hingga saat ini sudah ada 735 reputable traders yang terdiri dari 109 perusahaan AEO/Authrized Economic Operator dan 626 perusahaan yang tergolong MITA/Mitra Utama Kepabeanan.

 

Keempat, peningkatan dan percepatan layanan proses ekspor-impor, serta pengawasan melalui pengembangan National Logistics Ecosystem (NLE). NLE merupakan platform yang memfasilitasi kolaborasi sistem informasi antar Instansi Pemerintah dan Swasta untuk simplikasi dan sinkronisasi arus informasi dan dokumen dalam kegiatan ekspor/impor di pelabuhan dan kegiatan perdagangan/distribusi barang dalam negeri melalui sharing data, simplikasi proses bisnis, dan penghapusan repetisi, serta duplikasi.

 

Roadmap NLE mencakup antara lain integrasi antara INSW, Inaport, Inatrade, CEISA, sistem trucking, sistem gudang, sistem transportasi, sistem terminal operator, dan lainnya. Diharapkan dengan kehadiran NLE tersebut, dapat meningkatkan efisiensi logistik nasional dengan cara mengintegrasikan layanan pemerintah (G2G2B) dengan platform-platform logistik yang telah beroperasi (B2B).

Tags:

Berita Terkait