Ini Rekomendasi KPK Terkait Pendanaan Kampanye Pilkada
Berita

Ini Rekomendasi KPK Terkait Pendanaan Kampanye Pilkada

Ada pemeriksaan khusus yang dilakukan auditor selama satu tahun setelah petahana kembali terpilih, karena dari riset diperoleh bahwa pemerintahan petahana anggarannya meningkat signifikan.

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
Jumpa pers terkait hasil kajian dana kampanye pilkada di Gedung KPK. Foto: RES
Jumpa pers terkait hasil kajian dana kampanye pilkada di Gedung KPK. Foto: RES
Komisi Pemberantasan Korupsi merilis riset tentang pendanaan kampanye. Hasilnya, bahwa tidak ada korelasi antara harta kekayaan calon kepala daerah dan kemenangannya di pemilihan umum. Hal itu diutarakan Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (29/6).

"Pasangan calon yang kaya ternyata tidak berkorelasi dengan kemenangannya. Sebenarnya yang kami cari apakah biaya kampanye yang besar berkorelasi dengan kemenangan, tapi datanya tidak tersedia," kata Pahala.

Dalam risetnya, KPK juga tidak menemukan adanya peningkatan dalam dana hibah, bantuan sosial, atau pengadaan barang dan jasa untuk calon petahana pada T-1 (setahun sebelum pemilihan) dan T+0 (tahun pemilihan). Otomatis, anggapan petahana akan meningkatkan APBD menjelang pencalonan, tak terbukti.

"Selama ini kita beranggapan kalau petahana akan meningkatkan APBD sehingga saat pencalonan, dia dapat dana. Ternyata datanya bilang tidak ada. Dan kelihatannya bukan pakai dana hibah dan bansos lagi, tapi dana program. Jadi, di dana program sudah ada pembayaran atau kompensasi pendukung-pendukungnya," kata Pahala.

Ia mengatakan perbedaan anggaran yang signifikan pada pemerintahan petahana kecenderungannya justru terjadi pada tahun pertama hingga tahun kelima setelah pemilihan umum. Atas dasar itu, KPK merekomendasi kepada auditor untuk melakukan pemeriksaan khusus pada T+1 atau setahun setelah pemilihan umum.

Selain itu, KPK juga memandang pengaturan dana kampanye melalui data laporan penerimaan dan pengeluaran kurang efektif karena batas maksimal dananya sering dilewati, laporannya tidak disampaikan, atau laporan yang disampaikan tidak akurat. "Ada biaya lain yang nilainya signifikan besar tapi tidak dicantumkan, antara lain biaya mahar sebelum kampanye dan biaya saksi di TPS," kata Pahala.

Dalam risetnya, KPK juga menemukan biaya mahar termasuk salah satu dana terbesar dengan nilai yang berbeda antara pasangan calon yang dipinang dan meminang partai. Untuk itu, KPK merekomendasikan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk memperluas definisi biaya kampanye bukan hanya selama kampanye, tetapi sebelum kampanye agar mencakup pula dana mahar dan sesudah kampanye untuk meliputi biaya saksi dan sengketa.

Komisioner KPU, Ida Budhiati, mengatakan undang-undang sekarang dan revisinya belum mengatur pembatasan dana kampanye yang bersumber dari calon maupun partai politik. Sedangkan dalam rancangan peraturan KPU yang sedang disusun sesuai revisi UU Pilkada, Ida mengatakan KPU akan membatasi sumber dana kampanye dari calon maupun partai politik.

"Karena esensi pilkada demokratis harus membuka ruang partisipasi masyarakat, jadi idealnya dana yang dikeluarkan oleh calon dari parpol tidak boleh lebih besar dari sumbangan perorangan dan badan usaha swasta guna menggambarkan legitimasi politik dari pasangan calon yang berkontestasi," kata Ida.

Sebelumnya, muncul aksi relawan yang mengumpulkan dana untuk calon kepala daerah tertentu. Untuk itu, sejumlah lembaga swadaya masyarakat menilai pentingnya aturan penerima dana dan pengumpulan dana oleh tim relawan dalam pemilihan umum atau pilkada. Namun tim relawan tetap perlu memenuhi prinsip transparansi publik. Apalagi tak semua lembaga bisa mengumpulkan dana dalam bentuk sumbangan.
Tags:

Berita Terkait