Ini Urgensi Pentingnya RUU Hukum Perdata Internasional
Utama

Ini Urgensi Pentingnya RUU Hukum Perdata Internasional

Kementerian Hukum dan HAM sudah membuat Tim beranggotakan lintas kementerian/lembaga untuk menyusun RUU HPI yang ditargetkan selesai tahun ini. Diupayakan masuk Prolegnas Prioritas 2022 untuk segera dibahas dan disahkan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 5 Menit

Terkait operasional badan hukum, RUU HPI akan mengatur terkait perizinan dalam maupun luar negeri; pembukaan cabang dalam maupun luar negeri; perikatan/perjanjian dengan warga negara asing atau badan asing (kerja sama, investasi, aset, merger, akuisisi, konsolidasi); kewenangan/relasi antar organ yang memiliki elemen asing; kewenangan organ ketika berhadapan dengan pihak ke-3; pengadilan dan atau forum yang berwenang.

Sementara terkait kepailitan, hal-hal yang akan diatur oleh RUU HPI adalah mengenai cross border insolvensi, aset di luar negeri, aset badan asing di dalam negeri, piutang di luar negeri atau piutang asing, tenaga kerja asing atau tenaga kerja di negara lain, serta perpajakan.

Untuk likuidasi, hal-hal yang akan diatur dalam RUU HPI adalah terkait pemberesan aset luar negeri; pemberesan aset badan asing di dalam negeri; tenaga kerja asing atau tenaga kerja di negara lain; perpajakan; pembubaran dan bagaimana efeknya jika ada cabang di luar negeri; dan daluarsa.

Menurut Tudiono, saat ini terdapat sejumlah Undang-Undang sektoral yang pemberlakuannya tidak efektif akibat ketiadaan RUU HPI. Ia menyebutkan contoh Pasal 18 UU ITE jo PP No.80 Tahun 2019 yang mengatur kewenangan para pihak memilih hukum yang berlaku dan forum penyelesaian sengketa bagi e-commerce internasional yang dibuatnya. “Hukum dan asas HPI mana yang akan digunakan? Bagaimana pasal tersebut bisa ekektif tanpa adanya UU HPI?”

Selain itu, dalam UU Ketenagakerjaan dan UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia mengatur tenaga kerja asing merupakan WNA yang bekerja di wilayah Indonesia. Namun, apabila ada sengketa terkait hubungan kerja antara pemberi kerja dengan penerima kerja yang bersifat transnasional, belum diatur terkait pilihan hukum dan forum penyelesaian sengketa.

Demikian pula dalam hal sengketa pailit dan persaingan usaha yang bersifat transnasional. Putusan pengadilan Indonesia tidak dapat berlaku di negara lain atau sebaliknya karena tidak dapat diterapkan adanya asas recognition and enforcement foreign judgment. Terkait ini, dengan alasan kepastian hukum para pelaku seringkali lebih memilih penyelesaian sengketa dengan jalan arbitrase (berbiaya mahal).

“Apakah arbitrase menguntungkan untuk usaha mikro kecil dan menengah? Lalu bagaimana dengan usaha kecil/keluarga yang berada di perbatasan, apakah arbitrase menjadi pilihan favorit?”

Tags:

Berita Terkait