Insentif Kemudahan Berusaha RUU Cipta Kerja Ancam Pembangunan Berkelanjutan
Utama

Insentif Kemudahan Berusaha RUU Cipta Kerja Ancam Pembangunan Berkelanjutan

Omnibus law Cipta Kerja hanya melanggengkan Natural Resource Curse Hypothesis di Indonesia.

Oleh:
Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

Banyak negara anggota Uni Eropa telah meluncurkan paket stimulus ekonomi yang ambisius, mereka baru saja menyetujui paket sebear 750 miliar euro ($882 miliar), yang memprioritaskan investasi hijau seperti energi terbarukan, circular economy, dan transportasi ramah lingkungan.

Jerman mislanya di bulan Juni telah meluncurkan paket stimulus sebesar 130 miliar euro yang mencakup efisiensi energi, transportasi ramah lingkungan, dan hidrogen. Prancis juga telah mengembangkan rencana green stimulus, yang berfokus pada industri penerbangan dan kegiatan UMKM yang lebih sustainable, kendaraan energi terbarukan, dan jalur sepeda.

Problem Pembangunan

Akademisi Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (FE UGM) Rimawan Pradiptyo mengungkapkan sejumlah problem pembangunan Indonesia yang sepertinya hendak di short cut melalui RUU Cipta Kerja. Menurut Rimawan, saat ini masih terjadi transformasi dari sektor informal ke formal. Problem lain adalah mengenai aspek kelembagaan yang lemah sehingga korupsi dan ekonomi biaya tinggi menjadi marak.

Problem kelembagaan ini digambarkan Rimawan dalam bentuk sistem birokrasi dan administrasi yang tidak mampu mengimbangi perkembangan teknologi, ekonomi, dan demorasi. Hal ini berdampak kepada aspek keberlanjutan pembangunan yang dipertanyakan. lebih jauh ia menilai seumber maslah dari tata kelola sumber daya alam di tanah air bermuara kepada korupsi.

Menyinggung hipetesis kutukan sumber daya alam, Rimawan menarik hubungan antara karakter negara yang kaya akan sumber daya alam seperti Indonesia kerap kali meletakkan fokus pertumbuhan ekonomi di sektor ekstraktif. Ciri aktifitas industrinya sederhana dengan mengekspor raw material tanpa upaya hilirisasi dalam negeri serta kebijakan impor barang modal serta konsumtif.

Situasi ini berjalan beriringan dengan kelembagaan yang lemah sehingga marak terjadinya korupsi. Faktor lain yang juga terjadi seperti industri manufaktur yang lemah dan ketergantungan terhadap sektor ekstraktif. Sejumlah hal tersebut berdampak pada ketertinggalan disemua aspek: terjadi defisit neraca perdagangan, inovasi yang lemah, terputusanya dari rantai pasok global, serta yang terakhir kerusakan lingkungan.

Menurut Rimawan, sejumlah negara seperti Australia, Malaysia, dan Chile yang notabene merupakan negara kaya akan sumber daya alam, serta mampu terhindar dari kutukan sumber daya alam karena sejak awal memprioritaskan perbaikan terhadap aspek kelembagaan dan pembangunan sumberdaya manusia. Sayangnya, kebijakan pemerintah melalui RUU Cipta kerja dinilai tidak merubah arah perkembangan kita, malah sebaliknya.

“Omnibus law Cipta Kerja hanya melanggengkan Natural Resource Curse Hypothesis di Indonesia,” tegas Rimawan.

Tags:

Berita Terkait