Investor - Wisatawan Asing, Jangan Khawatir dengan KUHP Nasional
Pojok KUHP

Investor - Wisatawan Asing, Jangan Khawatir dengan KUHP Nasional

Karena pasal perzinaan dan kohabitasi menjadi delik aduan absolut. Sehingga hanya pihak yang berhak mengadu saja membuat laporan. Masih terdapat alternatif berupa sanksi denda yang tak lebih dari Rp10 juta

Oleh:
Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 4 Menit
Dialog Publik RUU KUHP di Sorong. Foto: Istimewa.
Dialog Publik RUU KUHP di Sorong. Foto: Istimewa.

Kendatipun Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional sudah resmi menjadi KUHP Nasional, namun masih saja terdapat kritikan dari publik, bahkan dunia internasional. KUHP produk nasional dianggap berpotensi kemunduran dalam hak asasi manusia. Salah satu pasal yang menjadi sorotan dunia internasional perihal pasal perzinaan yang berpotensi mengancam kunjungan wisatawan asing di bidang perhotelan dan wisata.

Juru Bicara Tim Sosialiasi KUHP Nasional, Albert Aries menampik berbagai tudingan tersebut. Menurutnya pasal kohabitasi alias perzinaan di luar pernikahan dalam KUHP Nasional sebagai delik aduan dan bersifat absolut.  Dengan demikian, hanya pihak suami atau istri -bagi yang terikat perkawinan-, orang tua atau anak -bagi yang tidak terikat perkawinan- yang dapat membuat aduan. Dengan demikian, tak dapatnya pihak lain melapor membuat aduan, apalagi main hakim sendiri.

“Jadi tidak akan ada proses hukum tanpa pengaduan dari pihak yang berhak dan dirugikan secara langsung,” ujarnya.

Bagi pemerintah, klarifikasi dan penjelasan perlu diberikan ke publik akibat maraknya informasi pemberitaan yang keliru secara fundamental. Khususnya terkait pasal  perzinaan dan kohabitasi yang dinilai berpotensi membawa dampak negatif  pada sektor pariwisata dan investasi di Indonesia. Dalam naskah KUHP Nasional, pengaturan larangan perzinaan dan kohabitasi diatur dalam Pasal 411 dan 412.

Pasal 411

(1) Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.

(2) Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan: a. suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan. b. Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

(3) Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.

(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.

 

Pasal 412

(1) Setiap Orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

(2) Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan: a. suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau b. Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

(3) Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30. (4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.

 

Dosen hukum pidana Fakultas Hukum (FH) Universitas Trisakti itu menerangkan, sejatinya tak ada perubahan substantif terkait pasal yang mengatur kohabitasi bila dibandingkan dengan Pasal 284 KUHP peninggalan kolonial Belanda. Hanya saja bedanya, terletak pada penambahan pihak yang berhak mengadu atau membuat laporan. Lagian, bila akhirnya terbukti melakukan tindak pidana perzinaan atau kohabitasi, masih terdapat alternatif berupa sanksi denda yang tak lebih dari Rp10 juta

“Jadi sebenarnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kalau selama ini turis dan investor bisa nyaman berada di Indonesia, maka kondisi ini juga tidak akan berubah,” ujarnya.

Tags: