Ira A. Eddymurthy: Lawyer Korporasi yang Terinspirasi Semangat R.A Kartini
Srikandi Hukum 2018

Ira A. Eddymurthy: Lawyer Korporasi yang Terinspirasi Semangat R.A Kartini

​​​​​​​Sempat ingin menjadi wartawan setelah lulus SMA, tapi Ira Andamara Eddymurthy lebih memilih profesi lawyer pada akhirnya. Ira menganggap semua hambatan adalah tantangan.

Oleh:
M Agus Yozami
Bacaan 2 Menit

 

Oleh sebab itu, Ira mengaku selalu berusaha mengasah kemampuan berkomunikasi di depan umum dari berbagai acara seminar, seperti seminar HKHPM, IPBA, dan seminar lainnya. Dari situ, dia merasa kepercayaan diri menjadi tumbuh dan kemampuan berbicara pun akan lebih terasah.

 

Baca:

 

Tak Pernah Merasa Jenuh

Bagi sebagian orang menggeluti satu profesi selama puluhan tahun mungkin menjadi hal yang menjenuhkan. Gambaran pekerjaan seorang lawyer yang pergi pagi dan pulang malam menjadi alasan mengapa profesi yang satu ini dianggap melelelahkan. Namun bagi Ira hal ini justru menjadi tantangan. Yang pasti dengan adanya dukungan dari orang-orang terdekat, terutama keluarga, akan selalu memotivasinya untuk terus berkarier di dunia hukum.

 

Ira mengatakan banyak teman-teman lawyer seusianya yang memutuskan pindah ‘haluan’ seperti berbisnis atau memutuskan pensiun karena bosan. Tapi menurutnya salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi rasa bosan itu adalah mengambil cuti Bersama keluarga untuk travelling.

 

Ira sendiri mengaku terkadang sulit membagi waktu dengan keluarga, apalagi dengan teman-teman lamanya. Namun demikian, bukan berarti Ira tidak memiliki waktu sedikit pun untuk berkumpul dengan keluarga. Sesekali waktu, ia menyempatkan cuti untuk liburan bersama anak-anak dan suami tercinta. Menurutnya, meski hanya libur sebentar yang penting adalah quality time bersama keluarga.

 

“Saya sendiri Alhamdulillah sampai saat ini belum ada rasa bosan sebagai lawyer karena saya pikir setiap ada pekerjaan baru itu menjadi tantangan buat saya,” kata wanita berzodiak Scorpio ini.

 

Terlebih Ira mengingatkan bahwa zaman sekarang berbeda dengan zaman di mana semua lawyer pernah merasakan ‘dimarahi’ bos lantaran datang terlambat. Menurutnya, zaman yang serba canggih saat ini membuat segalanya menjadi fleksibel. Semua bisa dikerjakan di mana saja sepanjang ada koneksi internet dan bisa berkomunikasi melalui handphone. Dan lebih penting, pekerjaan yang diberikan selesai sesuai deadline.

 

“Dulu itu disiplin. Kalau kita tidak datang tepat waktu, itu bisa dimarahi. Kalau dulu bos datang jam 9, maka kita sudah harus ada jam 8. Tapi sekarang kita memang lebih fleksibel,” tuturnya.

 

Puluhan tahun berprofesi lawyer, Ira tak memaksakan kedua anaknya untuk melanjutkan kisah suksesnya di SSEK. Ya, kedua anak Ira bergelar sarjana hukum, tapi lebih memilih mandiri. Terkadang Ira merasa sedih dengan keputusan kedua anaknya itu, tapi ia menyadari dan mengerti kalau kedua anaknya mungkin tidak ingin berada di bayang-bayang kesuksesan sang Ibu di dunia hukum. 

 

“Anak saya yang satu lebih memilih bekerja sebagai marketing communication. Dia bilang enggak mau menjadi lawyer seperti mamah. Sedangkan anak saya yang besar bekerja di kantor temannya, di litigasi,” ucap Ira dengan suara pelan.

 

Terlepas dari kesedihan Ira, setidaknya dia telah membuktikan bahwa wanita Indonesia mampu membuat terobosan dan berkontribusi di dunia hukum. Begitu halnya yang dilakukan pahlawan nasional Raden Ajeng Kartini di masanya, dengan memperjuangkan hak-hak kaum wanita untuk bisa sejajar dengan kaum pria, terutama soal pendidikan.   

 

“Semangat Ibu Kartini perlu merekat pada diri wanita Indonesia. Tapi tentunya kita tidak boleh melupakan kodrat sebagai wanita. Setidaknya, sekarang yang namanya pendidikan itu bisa diberikan sejajar kepada kita semua,” kata Ira yang mengaku sangat terinspirasi dengan sosok R.A Kartini.

 

Ira sendiri merasa telah memberikan sumbangsih kepada Indonesia, terutama dalam kelahiran UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Dia menceritakan, saat studi banding sebagai sarjana tamu di University of California, Berkeley, School of Law, pada 1991, dia membuat makalah studi banding mengenai insider trading. Ira mencoba meng-compare insider trading di Amerika Serikat untuk kemudian diimplikasikan di Indonesia yang saat itu belum memiliki UU Pasar Modal.   

 

“Jadi ketika itu saya menulis soal insider trading atas suatu perusahaan di Amerika Serikat dan bagaimana input yang bisa dilakukan bila UU Pasar Modal ada di Indonesia,” ucap Ira.

 

Saat itu Ira sempat mendiskusikan papernya dengan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) yang saat itu memang tengah menggodok aturan mengenai pasar modal. Oleh sebab itu, kata Ira, UU Pasar Modal di Indonesia banyak yang mengadopsi dari Amerika Serikat. “Saya senang sekali merasa bisa memberikan kontribusi kepada negara,” tutur Ira.

 

Seiring berjalannya waktu, kini Ira dikenal sebagai anggota International Bar Association dan Inter-Pacific Bar Association (IPBA) dan mewakili yurisdiksi Indonesia di IPBA dari tahun 2002 sampai 2008. Dia juga anggota Asosiasi Advokat Indonesia (Peradi) dan memiliki lisensi sebagai seorang advokat dan konsultan hukum pasar modal (Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal/HKHPM) di Indonesia.

 

Ira juga dikenal sebagai salah satu pengacara perusahaan, komersil, dan peleburan dan akuisisi teratas di Indonesia oleh Chambers & Partners. Dia diakui sebagai pengacara terdepan dalam bidang perbankan, pasar modal, korporasi/M&A, energi dan infrastruktur, keuangan proyek dan restrukturisasi dan insolvensi oleh IFLR1000, Asia Pacific Legal 500 dan Who's Who Legal.

 

Ira juga telah disahkan oleh Asialaw & Practice sebagai praktisi terkemuka dalam bidang restrukturisasi dan kepailitan, peleburan dan akuisisi, sekuritisasi dan keuangan terstruktur, serta korporasi umum.

Tags:

Berita Terkait