Splitsing Memungkinkan Pelanggaran Azas Hukum
Fokus

Splitsing Memungkinkan Pelanggaran Azas Hukum

Meski KUHAP membolehkan jaksa memisahkan berkas perkara. Namun prakteknya berpotensi terjadi pelanggaran azas hukum dalam proses pembuktian.

Oleh:
Mon/Ali
Bacaan 2 Menit

 

Menurutnya dosen Universitas Muhammadiyah itu, inkonsitensi penerapan pasal menunjukan adanya dua delik yang berbeda. Padahal didakwa melakukan deelneming. Menunjukan ketidaktepatan dalam menerapkan pasal, terangnya. 

 

Azas Nonself Incrimination

Konsekuensi lain dari splitsing, para pelaku harus saling bersaksi dalam perkara masing-masing. Dalam satu perkara pelaku memiliki dua kedudukan, baik sebagai saksi maupun terdakwa. Akibatnya timbul saksi mahkota.

 

Menurut Chairul, itu tidak bisa dibenarkan. Karena dalam memberikan keterangan saksi harus disumpah. Artinya dia tidak boleh bohong. Sementara, dalam kapasitas terdakwa, pelaku tidak disumpah. Ia punya hak ingkar. Artinya dia boleh bohong, terang Chairul. Kondisi itu, kata Chairul, sangat tidak adil bagi terdakwa. Sementara, tujuan dari penegakan hukum, tidak hanya menegakan hukum, tapi juga keadilan. Padahal, terdakwa tidak boleh dipersalahkan atas keterangannya.

 

Apalagi, keterangan yang diberikan besar kemungkinan menunjukan kesalahan dia dalam kasus tersebut. Dia mengatakan hal yang membenarkan kesalahannya, terang Rudi. Disisi lain, hal ini kerap dijadikan petunjuk bagi hakim dalam menangani kasus pelaku itu sendiri. Padahal selaku terdakwa ia memiliki hak ingkar.

 

Chairul menambahkan praktek saksi mahkota mengakibatkan pengadilan tidak dilaksanakan tidak berdasarkan hukum acara (due proecss of law). Itu bisa dijadikan alasan kasasi dan banding, terangnya.

 

Terkait dengan penyusulan terdakwa baru, Rudi menyatakan hal itu melanggar azas praduga tak bersalah. Sebab pemeriksaan di muka persidangan belum selesai. Namun dengan putusan terdakwa lama ia sudah dinyatakan bersalah. Artinya pemeriksaan itu hanya formalitas saja.

 

Menurut Rudi, pemisahan itu bisa dilakukan dalam hal kekurangan alat bukti. Misalnya dalam kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh beberapa orang. Tidak ada yang bisa dijadikan saksi kecuali para pelaku dan korban. Dalam hal ini diantara pelaku itu akan dijadikan sebagai saksi.

 

Pemisahan juga bisa dilakukan kualitas peran yang berbeda. Dengan catatan ada perbedaan ketentuan hukum yang dilanggar. Harus bisa dilihat apakah terdakwa itu memenuhi kualitas dari delik yang didakwakan, terang Chairul. Misalnya antara penyuap dan pejabat yang menerima suap.

 

Tags: