Isu Krusial Revisi UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
Berita

Isu Krusial Revisi UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha

Revisi UU Persaingan Usaha mulai penguatan kelembagaan KPPU, mekanisme penjatuhan sanksi hingga penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang melanggar aturan.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Gedung KPPU. Foto: RES
Gedung KPPU. Foto: RES
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2016. Dari sekian jumlah daftar RUU Prolegnas 2017, terdapat revisi Undang-Undang (UU) No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang lazim dikenal dengan UU Persaingan Usaha.

Bagi kalangan pelaku usaha, aturan tersebut menjadi penting. Meski sudah masuk daftar dalam urutan 22 daftar Prolegnas 2016, keberadaan revisi UU tersebut masih di tangan Badan Legislasi (Baleg) DPR. Sebab, draft revisi UU tersebut mesti diharmonisasi, sebelum diambil keputusan untuk dijadikan usul insiatif DPR dalam rapat paripurna. Baca juga: Baleg Sepakati 49 RUU Prolegnas 2017, Ini Daftarnya

Wakil Ketua Baleg DPR, Firman Subagyo mengatakan revisi UU No. 5 Tahun 1999 diarahkan pada perlunya penguatan keberadaan Komisi Persaingan Pelaku Usaha (KPPU) secara kelembagaan. Sebab, dalam revisi UU ini, KPPU diibaratkan sebagai “wasit” dalam sebuah medan pertempuran. Nah, dalam rangka mendapatkan wasit yang tegas maka dibutuhkan kejelasan kedudukan KPPU ini.

Menurutnya, selama ini kewenangan KPPU masih lemah. Untuk itu, penguatan kelembagaan KPPU sangat penting diantaranya kejelasan status komisioner KPPU sebagai pejabat atau bukan, status staf kesekretariatan jenderal sebagai swasta atau lembaga negara. “Ini penting, karena UU yang lama tidak jelas, menggantung,” ujarnya kepada hukumonline, Senin (20/2/).

Meski demikian, kewenangan KPPU tidak boleh menjadi lembaga yang super body. Nantinya, penguatan KPPU juga dibarengi dengan kewajiban-kewajiban yang mesti dilaksanakan. “Aspek kelembagaannya kita perkuat, status karyawannya harus kita perjelas. Pembentukan KPPU ini kan amanat UU,” katanya. Baca juga: Pengusaha Muda Dukung Penguatan Fungsi KPPU

Firman melanjutkan isu krusial lain terkait dengan Pasal 19 ayat (2) dan Pasal 26 ayat (2) sebagaimana tertuang dalam draft revisi UU tersebut. Kedua pasal itu terkait kewenangan pemberian penjatuhan sanksi administratif atas ketentuan hukum yang melanggar larangan praktik monopoli yang diatur dalam peraturan KPPU. Seharusnya, kata Firman, mestinya aturan penjatuhan sanksi ini setingkat peraturan pemerintah (PP), bukan lagi peraturan KPPU.

Dia beralasan kebijakan penjatuhan sanksi ini menyangkut lintas sektor. Sebab, KPPU tidak memungkinkan mengendalikan kementerian dan lembaga terkait dengan pendelegasian kewenangan pemberian sanksi adminisitratif. “Karena itu, harus dibuat aturan melalui Peraturan Pemerintah,” kata dia.

Ketentuan krusial lainnya tertuang dalam Pasal 30 ayat (3) tentang delegasi kewenangan penggabungan atau peleburan badan usaha. Tak hanya itu, Pasal 31 ayat (3) tentang penetapan nilai aset/atau nilai penjualan aset serta tata cara pemberitahuan sebelum rencana penggabungan atau peleburan badan usaha. Selama ini, mekanisme tersebut diatur melalui peraturan KPPU. “Ini sebaiknya juga diatur dalam PP. Karena saat ini sudah diatur dalam PP No. 57 Tahun 2010.”

Isu krusial lain, kata anggota Komisi IV DPR ini, juga tertuang dalam Pasal 32 ayat (2) revisi UU tersebut. Pasal tersebut terkait dengan pemberian sanksi administrasi atas pelanggaran  posisi dominan, rangkap direksi atau komisaris, kepemilikan saham mayoritas pada usaha sejenis, dan atau penggabungan atau peleburan badan usaha.

Sementara Pasal 33 ayat (2) terkait dengan delegasi kewenangan pengaturan posisi tawar yang dominan. Pasal 34 ayat (2) pun menjadi catatan. Aturan tersebut terkait dengan delegasi kewenangan pemberian sanksi administratif atas pelanggaran posisi tawar yang dominan.

Khusus kewenangan penegakan hukum, KPPU mesti bekerja sama dengan instansi kepolisian. Pasal 39 ayat (1) terkait penggeledahan dan/atau penyitaan dikembalikan mekanismenya sesuai KUHAP. Kewenangan tersebut tetap menjadi ranah kepolisian. Baca juga: Ketua KPPU: Ingat, KPPU Beda dengan Pengadilan

“Kewenangan kepolisan tidak boleh diambil lembaga lain. Kalau lembaga diberikan kewenangan lebih dalam penegakan hukum, ini bahaya sekali,” katanya.
Tags:

Berita Terkait