Iuran Jaminan Kesehatan Naik, Mutu Pelayanan Juga Harus Naik
Berita

Iuran Jaminan Kesehatan Naik, Mutu Pelayanan Juga Harus Naik

BPJS Keseharan berniat menggunakan hasil penelitian UGM.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Loket BPJS Kesehatan di salah satu rumah sakit. Foto: RES
Loket BPJS Kesehatan di salah satu rumah sakit. Foto: RES
Pemerintah berencana menaikan iuran peserta bukan penerima upah (PBPU) dan penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan. Rencana itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Kenaikan iuran PBPU atau mandiri rencananya berlaku mulai 1 April 2016 besok.

Peneliti Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, Hanevi Djasri, mengatakan kenaikan iuran itu baik jika ditujukan untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada peserta. Dalam meningkatkan mutu pelayanan meliputi kualitas input, proses dan output membutuhkan biaya yang cukup.

Kualitas input terkait pengelolaan di faskes seperti jenis pelayanan, sumber daya manusia, peralatan dan sarana-prasarana. Kualitas proses menyangkut pasien peserta jaminan kesehatan nasional (JKN) seperti lama tunggu (antrian), interaksi antara dokter dan pasien, serta pemeriksaan fisik dan terapi. Kualitas output bersinggungan dengan perubahan tingkat pengetahuan dan perilaku serta kepuasan pasien.

“Kenaikan iuran ini harus berdampak terhadap perbaikan pelayanan untuk peserta,” kata Hanevi kepada wartawan di kantor BPJS Kesehatan pusat di Jakarta, Kamis (31/3).

Hanevi bertekad memantau pasca kenaikan iuran diberlakukan apakah ada pengingkatan mutu pelayanan kesehatan kepada peserta atau tidak. Jika tren kualitas pelayanan kesehatan kepada peserta naik maka tujuan kenaikan iuran untuk peningkatan mutu tercapai.

Bagi Hanevi ada banyak faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan yang diterima peserta JKN. Bukan sekedar iuran, tarif yang dibayar BPJS Kesehatan ke faskes atau ketersediaan alat-alat kesehatan. Peningkatan mutu JKN harus dilakukan oleh semua pemangku kepentingan sesuai dengan kewenangannya masing-masing. “Intervensi yang diperlukan untuk meningkatkan mutu JKN harus dari berbagai macam sudut dan dilakukan secara sistematik. Setiap pemangku kepentingan harus optimal melaksanakan tugasnya di wilayahnya masing masing,” ujarnya.

Hanevi mengingatkan ketika iuran dan tarif naik, kemudian jaringan faskes BPJS Kesehatan diperluas tidak otomatis meningkatkan mutu pelayanan yang diterima peserta. Tapi perbaikan-perbaikan yang dilakukan itu akan mendorong peningkatan mutu pelayanan. Ia yakin jika kenaikan iuran itu tujuannya untuk meningkatkan mutu pelayanan, masyarakat terdampak  tidak otomatis menolak.

Ada beberapa indikasi untuk melihat adanya peningkatan mutu pelayanan dalam program JKN. Misalnya, kondisi kesehatan peserta jadi lebih baik setelah mendapat pelayanan kesehatan di faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Atau antrian di RS bisa dipangkas signifikan sehingga peserta tidak perlu menunggu terlalu lama untuk mendapat pelayanan kesehatan.

Hasil penelitian Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada terhadap kualitas faskes provider BPJS Kesehatan tahun 2015 rata-rata nilainya 73 persen. Berikutnya nilai rerata kualitas input adalah 79 persen, proses 65 persen, dan output 76 persen.

Manager Grup Penelitian dan Pengembangan BPJS Kesehatan, Togar Siallagan, mengatakan hasil penelitian itu akan digunakan BPJS Kesehatan mendorong provider agar memperbaiki mutu pelayanan terhadap peserta. Total faskes tingkat pertama yang bermitra dengan BPJS Kesehatan mencapai 19.969 unit, terdiri dari puskesmas, klinik dan dokter praktik pribadi. Untuk faskes rujukan tingkat lanjut seperti RS dan klinik utama sebanyak 1.847.

Tahun 2015 total kapitasi yang dibayar BPJS Kesehatan kepada faskes tingkat pertama mencapai Rp10,3 triliun dan Rp46,6 triliun untuk membayar klaim faskes rujukan tingkat lanjut. Untuk itu perlu diteliti lebih lanjut sejauh mana manfaat dan kualitas pelayanan kesehatan yang diterima peserta. Mengingat tidak sedikit biaya yang telah dibayar BPJS Kesehatan kepada faskes. “Yang pasti peserta tertolong secara finansial karena dengan membayar iuran JKN secara rutin setiap bulan mereka tidak perlu mengeluarkan dana yang lebih besar untuk mendapat pelayanan kesehatan,” urainya.

Togar berharap dengan kenaikan iuran JKN pemerintah segera merasionalisasi besaran tarif kapitasi dan INA-CBGs. Dengan begitu diharapkan dapat mendorong faskes untuk memberi pelayanan yang lebih baik terhadap peserta. “Kita harus mendukung agar JKN ini jadi program yang superior, seperti jaminan sosial di negara maju,” ucapnya.

Selain itu Togar mengusulkan agar indeks kualitas RS dibentuk dan dipublikasikan. Publikasi penting agar peserta bisa memilih mana RS terbaik untuk mereka sambangi guna mendapat pelayanan kesehatan. Ia yakin cara itu dapat meningkatkan kompetensi antar faskes terutama rumah sakit.
Tags:

Berita Terkait