Jadi Advokat Pendamping Terpidana Mati, Antara Happy dan Frustasi
Berita

Jadi Advokat Pendamping Terpidana Mati, Antara Happy dan Frustasi

Cerita tentang advokat yang berusaha meloloskan klien dari eksekusi mati.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

Menurut Putri KUHP mengatur ada penghapusan pidana bagi mereka yang mengalami gangguan kejiwaan. Sayangnya majelis hakim PK tidak mengakui bukti itu dengan alasan hasil pemeriksaan itu dilakukan oleh dokter di Brazil, bukan dokter di Indonesia. PK kedua yang diajukan tim kuasa hukum juga kandas, alhasil Rodrigo dieksekusi mati pada gelombang kedua. Kegagalan itu sempat membuat Putri frustasi dan tidak percaya diri untuk menangani perkara terpidana mati lainnya.

Tapi keraguan Putri itu mulai hilang ketika dia melihat minimnya akses terhadap bantuan hukum yang layak untuk terpidana mati. Tidak banyak advokat yang mau menangani perkara hukuman mati. “Jika kami tidak mendampingi terpidana mati, kami khawatir ada orang seperti Yusman, dia tidak bersalah tapi dihukum mati kemudian tidak ada yang membantu,” ujarnya.

Sampai saat ini KontraS masih mendampingi sedikitnya 3 terpidana mati yaitu Ruben Pata Sambo dan Markus Pata Sambo. Mereka berdua dijerat hukuman mati dalam kasus pembunuhan. Kemudian kakak ipar Yusman, Rasula Hia.

Sejumlah organisasi masyarakat sipil seperti KontraS dan Imparsial mendesak pemerintah untuk melakukan moratorium dan menghapus hukuman mati. Imparsial mencatat periode 2005-2008 ada 16 eksekusi terpidana mati, tahun 2013 ada 5 orang, dan periode 2015-2016 sebanyak 18 orang. Sampai saat ini 143 negara sudah menghapus hukuman mati, dan 55 negara masih menerapkan hukuman mati termasuk Indonesia.

Tags:

Berita Terkait