Jaksa Agung Imbau Jaksa untuk Selalu Gunakan Hati Nurani
Terbaru

Jaksa Agung Imbau Jaksa untuk Selalu Gunakan Hati Nurani

Aspek psikologis, agama, lingkungan harus menjadi perhatian seluruh Jaksa dalam menangani perkara. Seperti pada penanganan kasus viral kejahatan seksual di Kejari Lahat, menurutnya tak ada alasan menuntut hukuman ringan atau dispensasi bagi para pelaku.

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Jaksa Agung ST Burhanuddin. Foto: Humas Kejaksaan
Jaksa Agung ST Burhanuddin. Foto: Humas Kejaksaan

Pasal 1 angka 2 UU No.11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI (UU Kejaksaan) menafsirkan Jaksa sebagai pegawai negeri sipil dengan jabatan fungsional yang memiliki kekhususan dan melaksanakan tugas, fungsi, dan kewenangannya berdasarkan UU. Sebagai aparat penegak hukum, penting untuk Jaksa mempertimbangkan berbagai hal selama mengemban tugasnya, termasuk diantaranya ialah mempertimbangkan aspek hati nurani.

“Hati nurani tidak ada dalam buku, hanya ada dalam sanubari setiap insan manusia. Untuk itu kepekaan penegak hukum sangat dibutuhkan dalam menangani setiap perkara,” ujar Jaksa Agung ST Burhanuddin sebagaimana dikutip dari situs resmi Kejaksaan Agung RI, Kamis (12/1/2023).

Ia menyoroti penanganan kasus kejahatan seksual yang dilakukan Kejaksaan Negeri Lahat. Kasus yang sempat viral di media sosial maupun pemberitaan massa membuat publik geram lantaran dipandang hanya melihat perspektif pelaku yang masih di bawah umur. Tetapi, tidak melihat kondisi korban yang secara mental telah mengalami trauma mendalam seumur hidup, demikian juga dengan keluarganya.

Baca Juga:

Menurutnya, tak ada alasan bagi Jaksa menuntut hukuman ringan ataupun dispensasi bagi para pelaku. “Maka dari itu, aspek psikologi, agama, lingkungan harus menjadi perhatian seluruh Jaksa untuk menangani setiap perkara, sehingga sense of crisis akan tertanam dalam nurani kita,” ungkapnya.

Untuk melatih pelaksanaan tugas Jaksa yang berkeadilan dengan dilandasi hati nurani, menjadi penting untuk melihat langsung korban, pelaku, masyarakat, maupun kearifan lokal yang hidup di masyarakat. Bila semua itu dilakukan oleh Jaksa, tentu dapat menghindari dari timbulnya protes, kontroversi, dan polemik ketika menangani perkara.

“Kita ini masyarakat yang agamis, menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan, menjunjung tinggi nilai etika dan kesopanan termasuk menjunjung tinggi nilai keadilan masyarakat (keadilan sosial). Hal tersebut harus menjadi pegangan para Jaksa dalam penanganan perkara,” tegasnya.

Tags:

Berita Terkait