Jalan Tengah Hukuman Pidana Mati ala Profesor Muladi
Berita

Jalan Tengah Hukuman Pidana Mati ala Profesor Muladi

Gagasan mengenai jalan tengah ini sudah diakomodasi dalam RUU KUHP.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 4 Menit

RUU KUHP memberikan perhatian khusus pada orang-orang tertentu yang dijatuhi hukuman mati seperti perempuan yang sedang hamil dan menyusui, atau orang yang sakit jiwa. Pelaksanaan pidana mati terhadap perempuan yang hamil dan menyusui ditunda sampai ia melahirkan dan selesai menyusui bayinya. Sedangkan eksekusi orang yang sakit jiwa ditunda hingga yang bersangkutan sembuh.

Eksekusi pidana mati dapat dilaksanakan setelah permohonan grasi ditolak presiden. Jika grasi ditolak dan pidana mati tidak dilaksanakan selama 10 tahun bukan karena melarikan diri, pidana mati dapat diubah menjadi pidana seumur hidup dengan Keputusan Presiden. Ketentuan ini bertujuan memberikan kepastian hukum karena waktu tunggu eksekusi pidana mati sudah sangat lama. Ketentuan ini juga merupakan solusi terhadap orang-orang terpidana mati yang menunggu eksekusi lebih dari 10 tahun.

Di Indonesia, produk hukum pasca kemerderkaan justru menambah jumlah tindak pidana yang diancam pidana mati. Misalnya tindak pidana berkaitan dengan senjata api, pembajakan udara, terorisme, narkoba, pelanggaran HAM berat, dan korupsi saat bencana.

(Baca juga: Jerat Pidana Mati Jika Menyalahgunakan Dana Covid-19).

Upaya untuk menghapuskan pidana mati dalam Undang-Undang bukan tidak pernah diajukan. Misalnya, ada upaya mengajukan judicial review terhadap hukuman mati dalam UU No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika (sebelum diubah menjadi UU No. 35 Tahun 2009). Pada 30 Oktober 2007, Mahkamah Konstitusi telah menolak uji materi tersebut. Mahkamah beralasan Indonesia tidak menganut asas kemutlakan hak asasi manusia; HAM harus digunakan dengan menghargai dan menghormati HAM orang lain demi ketertiban umum dan keadilan sosial. Selain itu, konvensi internasional beranggapan bahwa kejahatan narkotika merupakan kejahatan serius dan melibatkan jaringan internasional; dan kejahatan narkotika sangat berbahaya bagi generasi muda Indonesia saat ini.

Menurut Rektor Universitas Diponegoro (1994-1998) itu, eksistensi pidana mati di Indonesia bukan hanya persoalan budaya dan religi, tetapi juga bersifat politis. KUHP warisan Belanda memuat hukuman mati; sedangkan Belanda sendiri. Pada 1870 Belanda telah menghapus pidana mati untuk tindak pidana umum, dan hanya mempertahankannya pada tindak pidana militer dan perang. Itu pun tak pernah dilaksanakan sejak 1950.

 

Belanda telah meratifikasi Protocol No. 6 European Convention for the Protection of Human Rights and Fundamental Freedoms Concerning the Abolition of the Death Penalty. Artikel 1 Protokol ini tegas menyebutkan the death penalty shall be abolished. No-one shall be condemned to such penalty or executed.

Tags:

Berita Terkait