Jalankan Putusan MK, Pemerintah Seharusnya Cabut Dulu UU Cipta Kerja
Terbaru

Jalankan Putusan MK, Pemerintah Seharusnya Cabut Dulu UU Cipta Kerja

Akan ada potensi gugatan jika pemerintah menjalankan UU No.11 Tahun 2020 jika belum dilakukan perbaikan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Meskipun dalam amar putusan MK menyatakan UU No.11 Tahun 2020 tetap berlaku, tapi tidak mempunyai daya ikat karena sudah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pemerintah dan DPR diminta untuk memperbaiki UU No.11 Tahun 2020. Langkah terbaik yang perlu dilakukan untuk membenahi adalah mencabut terlebih dulu UU No.11 Tahun 2020. Setelah itu, memperbaiki UU Cipta Kerja dari awal.  

Dalam kesempatan yang sama Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) Departemen Hukum Tata Negara, Mahaarum Kusuma, mengatakan amar putusan MK memerintahkan UU No.11 Tahun 2020 untuk direvisi dalam jangka waktu 2 tahun. Jika jangka waktu tersebut lewat maka UU No.11 Tahun 2020 menjadi inkonstitusional secara permanen dan yang berlaku adalah regulasi sebelumnya. “MK seharusnya langsung membatalkan UU Cipta Kerja tanpa syarat apapun,” kata dia.

Mahaarum menyarankan cara terbaik yang perlu dilakukan pemerintah dan DPR menindaklanjuti putusan MK itu adalah memperbaiki UU No.11 Tahun 2020 secara formil dan substansial (materi muatan). Asas-asas formil dan materil pembentukan peraturan selalu berjalan seiringan. Apalagi saat ini DPR sudah mengadopsi Regulatory Impact Assesment (RIA) dalam proses pembuatan naskah akademik RUU.

“Dimana RIA memberikan syarat adanya konsultasi publik dengan stakeholders terkait yang kemudian didengar dan dihitung cost and benefit,” kata Mahaarum.

Dosen FH UGM Departemen Hukum Tata Negara, Herlambang Perdana Wiratraman, mengatakan yang dibutuhkan untuk menindaklanjuti putusan MK tak cukup tambal sulam melakukan perbaikan terhadap UU No.11 Tahun 2020. Demi kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan, UU No.11 Tahun 2020 selayaknya dicabut. “Pemerintah harus mulai melakukan inovasi dalam melakukan pembentukan hukum dan partisipasi yang bermakna,” harapnya.

Herlambang mencatat setidaknya 2 poin utama putusan MK. Pertama, perbaikan pembentukan dengan menekankan partisipasi publik sebagai upaya formal perbaikan. Kedua, menangguhkan tindakan dan kebijakan bersifat strategis dan berdampak luas. Dampak dari putusan ini segala peraturan turunan UU No.11 Tahun 2020 harus dihentikan dan dinyatakan tidak lagi valid untuk melakukan tindakan hukum.

“Pemerintah dan DPR perlu membentuk hukum secara lebih berkeadilan sosial, kembali pada pijakan konstitusi, tak hanya ‘kepentingan investasi’,” kata Herlambang dalam kesempatan yang sama.

Menurut Herlambang, posisi MK perlu ditegaskan tidak sekedar sebagai penjaga konstitusi, tapi juga penjaga keadilan konstitusi (constitutional justice) baik formal dan substansial. Pembentukan hukum bukan semata soal “structural-functional”, tapi perlindungan hak-hak dasar warga negara (HAM dalam konstitusi).

Tags:

Berita Terkait