Jampidum: Ada Tren Positif Penerapan Keadilan Restoratif dalam Perkara Narkotika
Terbaru

Jampidum: Ada Tren Positif Penerapan Keadilan Restoratif dalam Perkara Narkotika

Sebagaimana diatur dalam Pedoman Jaksa Agung No. 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa.

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Jaksa Agung Muda Pidana Umum Dr. Fadil Zumhana. Foto: Humas Kejaksaan
Jaksa Agung Muda Pidana Umum Dr. Fadil Zumhana. Foto: Humas Kejaksaan

Pemikiran hukum modern yang kian berkembang pesat ialah restorative justice atau keadilan restoratif. Atas keberadaannya, semakin banyak pihak yang merasakan dampak positif dari konsep keadilan yang digalakkan oleh Kejaksaan RI. Pasalnya, makin banyak masyarakat yang mendapat secercah harapan dalam penanganan perkara pidana dengan cepat, tepat, sederhana, serta efektif sesuai KUHAP.

“Ada apresiasi diterima oleh Kejaksaan RI mulai dari dalam hingga luar negeri seperti Special Achievement Award dari International Association of Prosecutors (IAP) pada September 2022 lalu, karena menilai konsep restorative justice mampu menyelesaikan perkara di luar pengadilan paling efektif dan efisien, serta berkeadilan," ujar Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Dr. Fadil Zumhana, seperti dikutip dari siaran resmi Kejaksaan Agung RI, Senin (27/2/2023).

Baca Juga:

Keadilan restoratif yang diusung lantas memperoleh apresiasi United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) sekaligus mendukung penyelesaian perkara korban penyalahgunaan narkotika dengan konsep ini. “Telah dilakukan penelitian secara mendalam di beberapa Kejaksaan Negeri di Jawa Timur, hasilnya dijadikan sebagai role models dalam penyelesaian perkara korban penyalahgunaan narkotika dengan konsep restorative justice,” ujarnya.

Sebagai lembaga penegak hukum yang digadang mempelopori penegakan hukum humanis, Kejaksaan RI memandang sistem peradilan pidana terpadu masih belum dapat membangun penanganan efektif. Hal ini disebabkan adanya kecenderungan penanganannya berjalan sendirian sampai-sampai berimbas pada penegakan hukum yang punitif atau dengan kata lain mengejar hukuman dan pembalasan semata.

Hal tersebut pada akhirnya memperbesar biaya penanganan perkara dan berimbas pada meningkatnya angka hunian lembaga pemasyarakatan. Bahkan, sampai melebihi kapasitas yang seharusnya (overcapacity). Lebih lanjut, 60% penghuni adalah penyalahguna narkotika. Jaksa Agung merasa prihatin dengan kondisi tersebut, karenanya patut dicarikan solusi ke depan. Jangan sampai pengguna narkotika berada satu sel tahanan dengan pengedar.

“Atas dasar itu, muncul gagasan yang dituangkan dalam Pedoman Jaksa Agung No.18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa. Setelah implementasikan pedoman tersebut, menunjukkan tren positif dalam penerapan restorative justice di perkara narkotika,” ungkap Fadil.

Tags:

Berita Terkait