Jejak Perubahan Pasal dalam Pembentukan KUHP Nasional
Pojok KUHP

Jejak Perubahan Pasal dalam Pembentukan KUHP Nasional

Perubahan terjadi seperti penghapusan, reformulasi, penambahan frasa maupun ayat, hingga reposisi. Terjadinya perubahan setelah terdapat masukan masyarakat dari sosialisasi dan dialog publik.

Oleh:
Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 6 Menit
Dialog Publik RUU KUHP di Manado. Foto: Istimewa.
Dialog Publik RUU KUHP di Manado. Foto: Istimewa.

Pertaruhan pemerintah dan DPR dalam proses penyusunan dan pembentukan hukum pidana yang dituangkan dalam naskah Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) amatlah berat. Makanya, penyusunan dan pembahasan pun dilakukan dengan mengedepankan asas kehati-hatian serta menyerap masukan masyarakat sebanyak mungkin.

Sejumlah norma pasal yang telah disusun pun ‘bongkar pasang’ dalam rangka menyesuaikan dengan perkembangan hukum di masyarakat. Setidaknya dalam proses pembahasan terjadi sejumlah perubahan substansi, hingga jumlah pasal. Bila melihat jejak RKUHP mulai tahap pembahasan antara legislatif dengan pemerintah telah dimulai sejak DPR periode 2009-2014.

Kala itu, di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono draf RKUHP kali pertama disodorkan ke DPR setelah sebelumnya berkutat di internal pemerintah, puluhan tahun. Pembahasan pun mulai dilakukan DPR dan pemerintah dengan Ketua Panja RKUHP, Benny K Harman kala itu. Sayangnya, hingga di penghujung 2014, RKUHP pun tak rampung.

Nasib RKUHP pun berlanjut, pada DPR periode 2014-2019. Tapi, kendati akhirnya rampung dibahas Buku I dan II, serta diambil keputusan di tingkat I serta diboyong dalam paripurna, pemerintah meminta penundaan persetujuan. Alasannya, masih diperlukan sosialisasi dan dialog publik. Sepanjang pemerintah menggelar sosialisasi dan dialog publik, masukan publik makin progresif.

Ketua Komisi III Bambang Wuryanto menuturkan, pembahasan RKUHP menjadi langkah besar bangsa Indonesia dalam mereformasi hukum pidana di negara hukum yang demokratis. Pemerintah, DPR melalui fraksi-fraksi telah berupaya maksimal  mendengarkan aspirasi dan masukan masyarakat, akademisi dan praktisi hukum, agar dapat menghasilkan hukum pidana materil khas Indonesia.

“Penyempurnaan RKUHP ini secara holistik telah mengakomodir masukan dari masyarakat agar tidak terjadi kriminalisasi yang berlebihan dan tindakan sewenang-wenang dari penegak hukum, dengan memperbaiki rumusan norma pasal dan penjelasannya,” ujarnya.

Juru Bicara Tim Sosialisasi KUHP Nasional, Albert Aries berpandangan perubahan draf sebagai bagian dalam menyempurnakan draf RKUHP  sebelum disetujui dan disahkan menjadi KUHP Nasional. Masukan publik yang relevan, maka layak dipertimbangkan untuk diakomodir  dalam  penyempurnaan batang tubuh dan juga penjelasan pasal.

Halaman Selanjutnya:
Tags: