“Jerat” Kebiri Kimia Terhadap Pelaku Kekerasan Seksual Anak
Terbaru

“Jerat” Kebiri Kimia Terhadap Pelaku Kekerasan Seksual Anak

Dalam kasus pemerkosaan terhadap 12 santriwati yang dilakukan salah seorang guru di sebuah boarding school di Cibiru, Bandung, layak mendapatkan hukuman seberat-beratnya atau hukuman maksimum. Bahkan dapat diancam tambahan hukuman kebiri.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 5 Menit

Tindakan kebiri kimia dilakukan melalui tahapan penilaian klinis, kesimpulan dan pelaksanaan. Penilaian klinis sebagaimana dimaksud dilakukan oleh tim yang terdiri dari petugas yang memiliki kompetensi di bidang medis dan psikiatri. Penilaian klinis tersebut meliputi wawancara klinis dan psikiatri, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang.

Penilaian klinis dilakukan dengan tata cara sebagai berikut, pertama, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum menyampaikan pemberitahuan kepada jaksa; kedua, pemberitahuan dilakukan paling lambat 9  bulan sebelum terpidana selesai menjalani pidana pokok; ketiga, dalam jangka waktu 7 hari kerja setelah pemberitahuan, jaksa menyampaikan pemberitahuan dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan untuk dilakukan penilaian klinis; keempat, penilaian klinis dimulai paling lambat 7  hari kerja setelah diterimanya pemberitahuan dari jaksa kepada kementerian  yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan untuk dilakukan penilaian klinis.

Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Perlindungan PPA, Nahar menyampaikan kasus pemerkosaan terhadap 12 santriwati yang dilakukan salah seorang guru di boarding school di Cibiru, Kota Bandung layak mendapatkan hukuman seberat-beratnya atau hukuman maksimum.

Menurutnya, terdakwa dapat diancam tambahan hukuman kebiri sesuai Pasal 81 ayat 7 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2016 yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016. 

“Kami mendukung proses peradilan yang sedang berlangsung serta mendorong penerapan hukuman yang tegas dan maksimum terhadap terdakwa yang telah melakukan perbuatan sangat keji terhadap anak yang ingin mendapatkan pendidikan terbaiknya,” kata Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar, Jumat (10/12).

Guru tersebut melakukan pemerkosaan terhadap 12 santriwati selama lima tahun sejak 2016 – 2021, hingga empat santriwati melahirkan delapan anak. Dalam sidang peradilan yang sedang berlangsung, terdakwa disangkakan melanggar Pasal 81 ayat (1) dan ayat (3) Jo Pasal 76D UU Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pelaku terancam hukuman lebih dari 5 tahun.

Nahar mengatakan, kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan berasrama sangat sering berulang. Kemen PPPA pun mengharapkan, adanya langkah pencegahan yang serius dari semua pihak, baik dari pengelola lembaga pendidikan maupun melibatkan pengawasan orangtua dan pihak-pihak lainnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait