Jika Tak Direvisi, Koalisi Bakal ‘Gugat’ PP OSS ke MA
Berita

Jika Tak Direvisi, Koalisi Bakal ‘Gugat’ PP OSS ke MA

Karena PP OSS ini dinilai mengabaikan dampak lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat sekitar.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Baginya, OSS ini hanya mempercepat jangka waktu terbitnya perizinan agar investor bisa langsung melaksanakan kegiatan usahanya. Tapi masyarakat yang berada di wilayah konsesi perusahaan itu terabaikan hak-haknya. Ketika mau mengajukan keberatan, masyarakat juga bingung siapa yang bertanggung jawab terhadap terbitnya izin itu. “Terbitnya PP No.24 Tahun 2018 ini membuat kita mundur 30 tahun lalu yakni di masa orba dimana amdal tidak menjadi kewajiban bagi pelaku usaha,” keluhnya.

 

Wakil Kepala Departemen Eksekutif Nasional Walhi, Edo Rahman mengingatkan PP No.27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, setelah menerima permohonan izin lingkungan, menteri, gubernur, atau bupati/walikota wajib mengumumkan permohonan izin lingkungan. Masyarakat dapat memberikan saran, pendapat, dan tanggapan paling lama 10 hari kerja sejak permohonan izin lingkungan ini diumumkan. Ironisnya, PP No.24 Tahun 2018 memangkas ketentuan tersebut.

 

Ke depan, Edo khawatir bidang usaha sektor energi dan mineral juga masuk dalam OSS. Jika ini terjadi akan memperparah lingkungan dan keselamatan masyarakat sekitar. Atas dasar itu, koalisi menuntut pemerintah untuk segera merevisi PP No.24 Tahun 2018 agar lebih mengutamakan perlindungan lingkungan hidup dan masyarakat. Penerbitan izin harus mengacu UU yang berlaku sebelum PP No.24 Tahun 2018 diterbitkan dan memulihkan hak masyarakat yang sudah terampas akibat berlakunya OSS ini.

 

Koalisi memberi waktu kepada pemerintah selama dua pekan ke depan untuk melaksanakan usulan itu. Jika tidak dilakukan, Koalisi akan melayangkan uji materi ke MA. “Karena berlakunya PP No.24 Tahun 2018 ini mengabaikan hak-hak masyarakat sebagaimana dijamin konstitusi,” tutup Edo.

Tags:

Berita Terkait