Jumlah Balita Korban Vaksin Palsu Juga Perlu Diungkap
Berita

Jumlah Balita Korban Vaksin Palsu Juga Perlu Diungkap

Penyelidikan Polri tidak boleh setengah hati. Sejumlah kasus vaksin palsu terdahulu yang proses hukumnya tidak wajar mesti dibuka kembali.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW
Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri terus melakukan penelusuran terhadap skandal vaksin palsu. Selain itu, Polri mesti mengungkap jumlah bayi di bawah lima tahun (Balita) korban vaksin palsu. Pasalnya, skandal vaksin palsu sebagai bentuk pelayanan medis mengerikan yang terjadi di Indonesia.

“Polri wajib menyelidiki skandal ini mulai dari awal,” ujar Ketua Komisi III DPR, Bambang Soesatyo, di Gedung DPR, Senin (18/7).

Kejahatan vaksin palsu dinilai terkoordinasi dengan berbagai jaringan. Faktanya, peredaran vaksin palsu berjalan ciamik tanpa diusik oleh penegak hukum. Ironisnya, peredaran vaksin palsu sudah terjadi sejak 2003 silam. Ironisnya, rentang terbongkarnya praktik peredaran vaksin palsu pada paruh pertama 2016. Itu sebabnya ditengarai kuat terdapat sekumpulan predator Balita di balik skandal layanan medis tersebut.

Dikatakan Bambang, Mabes Polri telah menetapkan beberapa tersangka. Bahkan identitas 14 rumah sakit plus 8 bidan pemberi vaksin palsu sudah diumumkan ke publik. Bambang menilai skandal tersebut dikategorikan sebagai kejahatan besar. Pasalnya para tersangka memiliki keahlian di bidang pelayanan medis.

“Selama belasan tahun, para predator Balita itu menyuntikan vaksin palsu kepada ribuan Balita di belasan provinsi,” ujarnya.

Lebih lanjut politikus Golkar itu berpendapat jumlah tersangka mestinya bertambah. Sebab, pengusutan dan penelusuran belum tuntas di Bareskrim. Terlebih, produksi, distribusi dan pemberian vaksin palsu kepada Balita sudah berlangsung sejak tahun 2003. Menurutnya, mengungkap peran dan keterlibatan para tersangka saja tidak cukup. Sebaliknya, terhadap kejahatan skandal vaksin palsu, penyelidikan polisi harus komprehensif.

Anggota Komisi III Sufmi Ahmad Dasco menambahkan, peristiwa skandal vaksin palsu mestinya tak perlu terjadi bila peran Badan Intelijen Nasional (BIN) bekerja maksimal. Menurutnya, banyaknya korban kasus vaksin palsu dikategorikan ancaman nasional. Peran BIN dalam melakukan pencegahan dia nilai tak berjalan maksimal.

“Yang patut disayangkan adalah tidak terlihatnya peran BIN dalam mendeteksi dan mengungkap kasus vaksin palsu ini,” katanya.

Peran BIN pun sudah tertuang dalam Pasal 4 UU No.17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara. Pasal itu menyatakan, ““Intelijen Negara berperan melakukan upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan untuk deteksi dini dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan terhadap setiap hakikat ancaman yang mungkin timbul dan mengancam kepentingan dan keamanan nasional”.

Merujuk Pasal 4, peran BIN mestinya mampu mendeteksi dan peringatan dini dalam rangka melakukan pencegahan. Ia meminta agar BIN tak mempersepsikan ancaman terhadap kepentingan dan keamanan nasional dalam arti sempit, misalnya terkait terorisme. Sebaliknya, skandal vaksin palsu merupakan ancaman yang lebih nyata.

 “Kalau fungsi penyelidikan tersebut berjalan, saya yakin kasus ini sudah terungkap jauh hari sehingga banyak anak yang bisa diselamatkan,” ujarnya.

Bongkar kasus lalu
Bambang mendesak agarpenyelidikan Polri tidak boleh setengah hati. Sejumlah kasus- vaksin palsu terdahulu yang proses hukumnya tidak wajar mesti dibuka kembali.  Kasus vaksin palsu pernah diungkap tahun 2008, ketika Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan vaksin Anti Tetanus Serum (ATS) palsu.  Kasus itu ditutup dengan alasan yang tidak jelas.

Dikatakan Bambang, pada 2013 setidaknya terbongkar kasus vaksin palsu. Bahkan penyidik sudah menetapkan dua orang tersangka. Sayangnya, satu tersangka melarikan diri. Ironisnya, pelaku yang tertangkap hanya dijerat dengan hukjuman denda satu juta rupiah. “Para vaksinologi melihat ada kekjanggalan pada proses hukum dua kasus vaksin palsu terdahulu itu,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait