Jumlah PBI Berkurang, Akses Pelayanan Kesehatan Dinilai Bakal Makin Sulit
Terbaru

Jumlah PBI Berkurang, Akses Pelayanan Kesehatan Dinilai Bakal Makin Sulit

Pemerintah mengurangi jumlah peserta penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan dari 96,1 juta jiwa menjadi 87 juta jiwa. Pendataan yang dilakukan Menteri Sosial dinilai tidak obyektif.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi seseorang tengah mengantre layanan BPJS Kesehatan di sebuah rumah sakit. Foto: RES
Ilustrasi seseorang tengah mengantre layanan BPJS Kesehatan di sebuah rumah sakit. Foto: RES

UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) memandatkan pemerintah untuk mendaftarkan Penerima Bantuan Iuran (PBI) menjadi peserta program jaminan sosial yang diselenggarakan BPJS. Saat ini pendaftaran PBI hanya dilakukan untuk program jaminan kesehatan nasional (JKN) yang digelar BPJS Kesehatan.

PP No.76 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas PP No.101 Tahun 2012 tentang PBI mengatur penetapan perubahan data PBI Jaminan Kesehatan dilakukan paling lama setiap enam bulan. Pemerintah telah menerbitkan Kepmensos No.92/HUK/2021 tentang Penetapan PBI Jaminan Kesehatan Tahun 2021.

Diktum Kesatu beleid yang diterbitkan 15 September 2021 itu menjelaskan PBI Jaminan Kesehatan merupakan data fakir miskin dan orang tidak mampu berdasarkan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) sebanyak 74.420.345 jiwa dan ditambah data yang telah dilakukan perbaikan dengan menggunakan NIK sebanyak 12.633.338 jiwa. Diktum kedua menjelaskan data sebanyak 12.633.338 itu harus dilakukan verifikasi kelayakan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota paling lama 2 bulan sejak penetapan.

“Pada saat Kepmensos ini mulai berlaku, Kepmensos No.1/HUK/2021 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Keputusan Menteri ini berlaku sejak tanggal ditetapkan,” begitu bunyi sebagian diktum Keempat dan Kelima Kemensos No.92/HUK/2021 yang diteken Menteri Sosial, Tri Rismaharini.

Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, mengatakan Kepmensos No.1/HUK/2021 menetapkan kuota PBI APBN sebanyak 96,8 juta jiwa. Jumlah peserta PBI per 1 september 2021 sebanyak 96,1 juta jiwa dari kuota PBI yang dibiayai APBN sebanyak 96,8 juta jiwa sebagaimana Kemensos.No.1/HUK/2021. Sekarang Kepmensos tersebut diganti Kepmensos No.92/HUK/2021 yang berlaku sejak 15 September 2021.

Kepmensos No.92/HUK/2021 menetapkan jumlah PBI per 15 September 2021 sebanyak 74.420.345 jiwa ditambah data yang perlu diverifikasi terlebih dulu sebanyak 12.633.338 jiwa. “Jumlah data sebesar 12.633.338 jiwa itu bisa berkurang setelah dilakukan proses verifikasi,” katanya ketika dihubungi, Senin (27/09).

Menurut Timboel proses pembersihan data (cleansing data) kerap dilakukan Kementerian Sosial dengan mengacu PP No.76 Tahun 2015 yakni ada yang dikeluarkan atau didaftarkan baru. Tapi sejak awal tahun 2021 tercatat proses cleansing data yang dilakukan pemerintah hanya mengeluarkan masyarakat miskin dari peserta PBI. Sayangnya, pemerintah tidak menambah lagi jumlah masyarakat miskin dalam kuota PBI tersebut padahal jumlah masyarakat miskin meningkat.

Timboel menghitung dari jumlah peserta PBI per 1 September 2021 sebanyak 96,1 juta jiwa dikurangi kuota PBI per tanggal 15 September 2021 sekitar 87.053.683 juta jiwa maka ada sebanyak 9 juta orang yang akan dikeluarkan dari statusnya sebagai peserta PBI. Setelah dikeluarkan dari PBI maka status kepesertaannya menjadi non-aktif dan mereka tidak bisa lagi mendapat penjaminan dari program JKN.

Baca:

Berdasarkan hal tersebut Timboel mengatakan BPJS Watch menolak Kepmensos No.92/HUK/2021. Kesehatan adalah hak dasar masyarakat yang wajib dijamin oleh pemerintah. Dengan dikeluarkannya sebanyak 9 juta peserta PBI dari program JKN maka semakin banyak rakyat Indonesia yang termarjinalkan dalam pelayanan kesehatan. “Rakyat miskin semakin sulit mendapatkan pelayanan kesehatan karena tidak lagi dijamin pembiayaannya oleh JKN. Ini ketidakadilan bagi rakyat miskin,” ujarnya.

Pandemi Covid-19 meningkatkan kemiskinan di Indonesia. Terbitnya Kepmensos No.92/HUK/2021 ini menurut Timboel merupakan bukti pemerintah tidak peka terhadap orang miskin. Di tengah pandemi Covid-19 ini harusnya jumlah PBI dinaikan sebagaimana RPJMN yakni menjadi 107 juta jiwa.

Kepmensos No.92/HUK/2021 bagi Timboel bertentangan dengan pasal 28H ayat (3) UUD RI 1945 dimana pemerintah harusnya menjamin setiap orang atas jaminan sosial. Begitu juga pasal 14 UU No.40 Tahun 2004 tentang SJSN yang mengamanatkan pemerintah mendaftarkan dan membayarkan iuran masyarakat miskin ke BPJS Kesehatan.

Pasal 11 PP No.76 Tahun 2016 menurut Timboel juga dilanggar Kepmensos No.92/HUK/2021 padahal PP itu mengatur perubahan data PBI dilakukan dengan penghapusan, penggantian, atau penambahan. Kebijakan Kementerian Sosial sejak awal 2021 sampai sekarang hanya menghapus tanpa mengganti atau menambah jumlah PBI. “Kami menilai proses pendataan orang miskin belum dilakukan secara objektif sehingga masih ada orang miskin yang tidak terdaftar sebagai peserta JKN,” urainya.

Kepmensos No.92 Tahun 2021 bagi Timboel tidak didasarkan pada data-data objektif berdasarkan proses pendataan yang benar di lapangan. Dia tidak yakin data sebanyak 9 juta jiwa yang dikeluarkan dari PBI JKN itu adalah masyarakat yang sudah masuk kategori mampu sehingga tidak layak lagi didaftarkan sebagai PBI. Oleh karena itu penting bagi pemerintah dan pemerintah daerah untuk membenahi proses pendataan masyarakat miskin sehingga tidak menghilangkan hak konstitusional orang miskin untuk mendapat pelayanan kesehatan melalui program JKN.

Tags:

Berita Terkait