Jurus Adaptif Jeany Tabita, Senior Associate dengan Sederet Klien Multinasional
Hukumonline’s NeXGen Lawyers 2020

Jurus Adaptif Jeany Tabita, Senior Associate dengan Sederet Klien Multinasional

Profesi konsultan hukum tidak melulu harus bersifat transaksional. Selalu ada pilihan untuk menjadi pribadi yang kreatif, memiliki ‘personal touch’, dan mampu beradaptasi dalam setiap perubahan.

Oleh:
CT-CAT
Bacaan 2 Menit
Jeany Tabita, konsultan hukum di Bagus Enrico & Partners (BEP). Foto: istimewa.
Jeany Tabita, konsultan hukum di Bagus Enrico & Partners (BEP). Foto: istimewa.

Perjalanan Jeany Tabita, konsultan hukum di Bagus Enrico & Partners (BEP) dapat dikatakan merupakan proses yang organik. Meski lebih dari delapan tahun lalu (November 2011), Jeany memulai kariernya sebagai Junior Associate Lawyer, sejak menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Atma Jaya pada 2006, ia tidak berencana untuk bekerja di firma hukum. Sebaliknya, ia memilih untuk bekerja di organisasi internasional, sesuai dengan peminatan hukum internasional yang diambilnya.

 

“Dulu, saya cenderung mahasiswa yang biasa saja. Bahkan, saya lebih banyak bergaul dengan network di luar fakultas hukum. Tidak pernah terinspirasi jadi lawyer,” kata Jeany.

 

Pada awal kariernya sebagai konsultan hukum, Jeany mengaku, banyak mengalami kesulitan. Pekerjaan banyak, deadline yang harus dipenuhi, perubahan dan kebijakan yang sering kali berubah menjadi tantangan besar yang kerap ia temui. Beruntung, Jeany selalu berada di lingkungan ‘sehat’, di mana ia memiliki rekan dan iklim kerja penuh kekeluargaan.

 

Di BEP, Jeany sendiri telah terjun di industri keuangan atau lebih spesifik: asuransi. Beberapa nama besar seperti AIG, Etiqa Insurance (Maybank Group), dan Tokio Marine adalah Klien yang telah ditangani. Adapun pendampingan yang diberikan Jeany kepada klien cukup banyak, mulai dari compliance, akuisisi saham, data privacy, distribusi produk asuransi, likuidasi, restrukturisasi hingga matter yang cukup kompleks seperti forensik audit.

 

Selain klien multinational, Jeany juga pernah terlibat mewakili perusahaan asuransi lokal, salah satunya adalah grup Asuransi Takaful (Umum dan Keluarga) yang merupakan pionir asuransi syariah di Indonesia. Pada saat itu, ia juga menjadi representasi perusahaan lokal sebagai penjual—yang menurutnya memiliki tantangan tersendiri. Pasalnya, peran lawyer dalam transaksi tidak hanya memastikan bahwa semua berjalan sesuai koridor hukum, tetapi juga memenuhi ekspektasi para pihak yang bertransaksi, dan memberikan nasihat hukum yang tidak merugikan pihak lokal atau menjadi terlalu timpang terhadap klien multinational, secara komersial.

 

Menjadi salah satu practice group yang banyak ditangani oleh BEP, pada akhirnya memungkinkan Jeany bersentuhan dengan proyek terkait real estat dan konstruksi. Ia banyak menangani pembelian aset berupa tanah untuk tujuan pengembangan pabrik di kawasan industri, seperti mewakili klien asal Taiwan yang membangun pabrik ban dengan sirkuit mini di kawasan Delta Mas; atau menangani pembelian tanah, perjanjian konstruksi, instalasi mesin, dan seluruh peralatan perusahaan FMCG asal Amerika Serikat di kawasan industri Modernland, Banten. 

 

Beradaptasi, tetapi Tetap Fokus

Jeany mengakui, meski banyak tantangan, ia menikmati karier yang ditekuninya. “Sampai diangkat jadi senior associate pun saya masih sering bertanya ke diri sendiri sudah sejauh apa saya berjalan? Mau terus jadi laywer apa enggak? Kenapa mau lanjut?” katanya.

 

Self-reflection ini pula yangmembantunya berpikir jernih setiap menghadapi keadaan sulit dalam pekerjaan. Selain itu, ia juga kerap menerapkan prinsip mindfulness dan work life blend, untuk mencegah stres dan menganggap pekerjaan jadi beban. Jalan keluarnya, ia lantas memilih hobi traveling.

 

Menurut Jeany, seorang konsultan hukum yang berkelanjutan harus kreatif, mampu beradaptasi, dan di saat yang sama—tetap fokus. “Misalnya, hubungan saya dengan klien nggak bisa melulu transaksional. Saat satu proyek berhasil, kita tidak bisa selesai begitu saja. Harus bisa berkomunikasi secara jelas, apa yang ingin dilakukan setelah proyek ini selesai? Apalagi yang bisa saya bantu? Sudah bisa kasih value added service apa selain teori hukum? Hal-hal seperti itu belajarnya seumur hidup,” Jeany menegaskan.

 

Adapun hal lain yang tidak kalah penting, yakni cara menjaga fokus yang berorientasi ke klien dan tim yang bekerja sama, sehingga mereka dapat sama-sama merasakan meaning dari suatu proyek. Prinsip ini juga berlaku saat corporate law firm menjadi salah satu industri yang terkena imbas pandemi Covid-19. Pertanyaan pun muncul: bagaimana kita bisa bertahan? Bagaimana kita bisa melihat kesempatan di tengah krisis tanpa harus menghilangkan empati?

 

Namun, untuk yang satu ini, Jeany sudah punya jawaban. Ia berpendapat, pandemi ini menjadi pengalaman pertama banyak orang di luar sana. “Jadi, semua juga sama-sama belajar cara bertahan dan berharap agar krisis cepat berlalu, sehingga cepat beradaptasi pada new normal-nya industri firma hukum,” pungkas dia.

 

Artikel ini merupakan kerja sama antara Hukumonline dengan firma hukum Bagus Enrico & Partners (BEP).

Tags:

Berita Terkait