Jutaan Warga Belum Masuk Penerima Bantuan Iuran BPJS, Kok Bisa?
Berita

Jutaan Warga Belum Masuk Penerima Bantuan Iuran BPJS, Kok Bisa?

Padahal, sesuai kesepakatan DPR dan Pemerintah, jumlah penerima bantuan iuran sudah naik.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Salah satu sudut layanan BPJS Kesehatan. Foto: RES
Salah satu sudut layanan BPJS Kesehatan. Foto: RES
Pemerintah dan DPR pernah menyepakati peningkatan jumlah peserta penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan tahun 2016 menjadi 92,4 juta jiwa. Tahun 2015 jumlah penduduk Indonesia yang dicakup PBI hanya 86,4 juta jiwa. Walaupun jumlah PBI tahun ini sudah ditambah, masih ada masyarakat yang masuk kategori miskin dan tidak mampu yang belum tercakup dalam program PBI.

Kepala Bidang Pengumpulan dan Pengelolaan Data Pusat Data dan Informasi Kementerian Sosial, Abbas Basuni, menjelaskan walaupun pemerintah sudah melakukan verifikasi dan validasi data PBI untuk tahun 2016 tapi masih ada masyarakat miskin dan tidak mampu yang belum masuk PBI. Ia mencatat ada 11.012.974 masyarakat yang belum dimasukkan dalam program PBI 2016. Jumlah itu terdiri dari usulan pemerintah daerah sebesar 2,2 juta jiwa, masyarakat penerima program keluarga harapan yang belum menerima PBI 8,5 juta jiwa dan PMKS di panti atau lembaga sosial 203.530 orang.

Kemensos mengusulkan agar masyarakat miskin dan tidak mampu yang belum masuk PBI tersebut bisa didaftarkan tahun ini. Abbas melihat peluang itu bisa dilakukan dengan cara memasukkan anggaran untuk membayar iuran 11 juta jiwa yang belum tercakup PBI itu dalam APBNP 2016. “Kami usulkan agar mereka bisa masuk dalam APBNP 2016,” ujarnya dalam rapat Panja BPJS di ruang sidang Komisi IX di Senayan Jakarta, Senin (29/2).

Ketua Komisi IX DPR, Dede Yusuf Macan Effendi, mengaku terkejut melihat data yang disampaikan Kementerian Sosial itu. Menurutnya, mengacu data PBI itu dari sekitar 250 juta orang penduduk Indonesia hampir setengahnya masuk kategori miskin dan tidak mampu yakni ada 103 juta jiwa yang mestinya harus tercakup program PBI tahun 2016. “Ternyata dari 250 juta orang penduduk kita, 103 juta jiwa diantaranya miskin,” ujarnya.

Dalam rapat itu Dede menjelaskan dari kunjungan kerja yang dilakukan anggota Komisi IX ke daerah, ditemukan masih banyak masyarakat yang tergolong miskin dan tidak mampu belum memperoleh PBI. Sekalipun mengantongi PBI belum tentu pelayanan kesehatan yang diterima peserta PBI baik, ia melihat masih ada RS yang menolak peserta BPJS Kesehatan terutama PBI. Lewat panja BPJS itu Dede berharap segala persoalan terkait PBI bisa ditemukan solusinya, sehingga masyarakat penerima PBI bisa mendapat pelayanan kesehatan yang baik sesuai kebutuhannya.

Ketua DJSN, Tubagus Rachmat Sentika, menyebut salah satu tugas DJSN adalah mengusulkan besaran anggaran untuk iuran peserta PBI yang dibayar pemerintah ke BPJS Kesehatan. Banyak faktor yang menjadi pertimbangan DJSN dalam menghitung berapa besaran iuran yang tepat. Misalnya, terkait utilisasi pelayanan, klaim, pelayanan, paket manfaat, kondisi ekonomi dan inflasi.

Rachmat menilai besaran iuran PBI tahun 2015 sebesar Rp19.225 per orang setiap bulan tidak cukup untuk membiayai program jaminan kesehatan untuk PBI. Karena itu, DJSN mengusulkan iuran PBO tahun 2016 besarannya Rp23.000.

Dengan naiknya besaran iuran PBI belum tentu menjamin tercukupinya dana yang dikelola BPJS Kesehatan untuk menyelenggarakan jaminan kesehatan. Selaras itu Rachmat menekankan kepada Direksi BPJS Kesehatan untuk memperluas dan meningkatkan jumlah kepesertaan terutama kategori pekerja penerima upah (PPU) dan masyarakat golongan ekonomi menengah atas untuk menjadi peserta mandiri. Dengan begitu diharapkan BPJS Kesehatan bisa semakin banyak mengumpulkan iuran. “BPJS Kesehatan harus menggenjot pengumpulan iuran peserta selain kategori PBI,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait