Kabar Bumi Beberkan Kekerasan Seksual yang Kerap Dialami Buruh Migran Perempuan
Terbaru

Kabar Bumi Beberkan Kekerasan Seksual yang Kerap Dialami Buruh Migran Perempuan

Antara lain pemaksaan sterilisasi atau penggunaan kontrasepsi.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi buruh migran
Ilustrasi buruh migran

Buruh migran Indonesia berada dalam posisi yang rawan mengalami pelanggaran HAM. Ketua Pimpinan Pusat Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (Kabar Bumi), Iwenk Karsiwen, mencatat berbagai bentuk pelanggaran HAM yang kerap dialami buruh migran Indonesia antara lain pemaksaan sterilisasi atau kontrasepsi. Misalnya dengan menggunakan suntik KB terhadap buruh migran perempuan yang akan berangkat ke negara tujuan atau pulang ke Indonesia dalam rangka cuti atau liburan.

“Sterilisasi paksa atau pemaksaan penggunaan kontrasepsi adalah bentuk kontrol non konsensual tubuh perempuan dan termasuk dalam kategori kekerasan seksual,” kata Iwenk dalam diskusi bertema Peringatan Hari Buruh Migran Internasional, Minggu (19/12/2022) kemarin.

Iwenk menjelaskan pihak agen atau perusahaan perekrutan meminta buruh migran untuk sterilisasi untuk menghindari kehamilan. Melansir data Komnas Perempuan, sterilisasi dan kontrasepsi secara paksa ini selain dialami buruh migran juga menyasar perempuan dari kalangan disabilitas, masyarakat hukum adat, juga pengidap HIV/Aids.

Praktik pemaksaan sterilisasi dan kontrasepsi terhadap buruh migran di Indonesia ini tidak mempertimbangkan usia, status perkawinan, atau orientasi seksual. Sebelum tindakan pemaksaan itu dilakukan pekerja migran yang bersangkutan menurut Iwenk tidak diberitahu tentang nama, durasi, dan efek dari kontrasepsi yang diberikan melalui disuntik itu. Pekerja migran juga dibebankan seluruh biaya terkait.

Dampak yang dirasakan buruh migran perempuan setelah disterilisasi atau dipaksa menggunakan kontrasepsi menurut Iwenk sangat beragam. Tapi dampak umum yang ditimbulkan antara lain tidak mengalami menstruasi selama beberapa bulan, tubuh mengalami sakit, merasa lemah, mengalami masalah kesuburan kandungan, perubahan emosional dan kesehatan fisiologis juga diskriminasi sosial.

Bahkan beberapa tahun setelah pemakaian sterilisasi atau kontrasepsi itu Iwenk mengatakan buruh migran yang bersangkutan harus menyuburkan lagi kandungannya ketika menikah agar mudah mendapat keturunan. Hal itu menunjukkan dampak yang cukup serius terhadap kesehatan buruh migran perempuan.

“Pemerintah harusnya menegaskan bahwa pemaksaan sterilisasi dan penggunaan kontrasepsi tidak boleh dilakukan. Harus ada sanksi tegas bagi perusahaan perekrut buruh migran yang melakukan pemaksaan ini,” usulnya.

Tags:

Berita Terkait