Kahlil Gibran di Kotak Perlindungan Konsumen
Resensi

Kahlil Gibran di Kotak Perlindungan Konsumen

Ada tulisan bagaimana perlindungan konsumen di masa pandemi Covid-19. Karya ini ditujukan sebagai bacaan ringan.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 4 Menit
Kahlil Gibran di Kotak Perlindungan Konsumen
Hukumonline

Siapa tak kenal Kahlil Gibran, seniman dan penyair keturunan Lebanon? Dialah penulis puisi-puisi cinta, mengenalkan kita kata-kata bijak, sekaligus romantis. Di sela waktu, puisi-puisinya enak dibaca dan dinikmat, kalimat-kalimat bijaknya sering dikutip. Misalnya, kalimat yang memberi semangat untuk bangkit dari sisi gelap kehidupan. Kahlil Gibran mengatakan ‘orang tidak akan memperoleh fajar tanpa melalui perjalanan malam’.

Kutipan Kahlil Gibran itu menjadi pembuka buku ‘Unboxing Perlindungan Konsumen’  yang ditulis Arief Safari dan kawan-kawan. Kalimat Gibran itu tampaknya ingin menggambarkan perjuangan memberikan pemahaman kepada para pemangku kepentingan mengenai perlindungan konsumen. Menjelaskan bagaimana pelaku usaha menjalankan prinsip-prinsip perlindungan yang baik; dan bagaimana konsumen lebih memahami hak dan kewajibannya; dan apa yang dilakukan ketika terjadi apa yang disebut dalam buku ini ‘insiden perlindungan konsumen’.

Mohon diingat, para penulis menjadikan buku ini sebagai bacaan ringan untuk pengantar memahami beragam masalah perlindungan konsumen. Buku ini tidak dimaksudkan untuk mengurai semua aspek perlindungan konsumen. Seperti layaknya membuka suatu kotak, kita mungkin merasa waswas atau malah rasa ingin tahu apa isinya. Anggaplah kita tidak tahu apa isi kotak. Saat membuka kotak, rasa ingin tahu kita meningkat. Makanya, judul buku ini menggunakan kata unboxing, yang dalam kamus diartikan ‘membuka’ kotak.

(Baca juga: OJK Diminta Terbitkan Aturan Klausula Baku di Sektor Jasa Keuangan).

Kotaknya bernama perlindungan konsumen. Membuka kotak perlindungan konsumen laksana membuka dan mengeluarkan isi kotaknya agar semua orang tahu. Dari banyak ‘insiden perlindungan konsumen’ yang terjadi, penulis menyimpulkan masih ada keterbatasan pengetahuan dan kesadaran konsumen (hal. 11), dan masih tidak dipatuhinya larangan-larangan bagi pelaku usaha seperti pencantuman klausula baku (hal. 44).

Dampak yang ditimbulkan jika terjadi ‘insiden perlindungan konsumen’ tidak selalu individual, karena terkadang jumlah korbannya sangat banyak. Contoh kasusnya adalah jamaah umroh yang gagal diberangkatkan akibat dana yang telah dikumpulkan disalahgunakan pengelola perusahaan travel. Penyebab insiden perlindungan konsumen bisa beragam, dan tidak melulu disebabkan pelaku usaha. Tidak efektifnya penyelenggaraan dan pengawasan yang dilakukan pemerintah juga ikut berkontribusi.

Dengan demikian, skala perlindungan konsumen sangat luas dan menjadi bagian dari pondasi perekonomian negara. Di tengah aneka aspek perlindungan, mau tidak mau, konsumen harus disadarkan, pelaku usaha harus dicerahkan, dan pemerintah harus terus didorong agar menjalankan tugas-tugas pengawasan perlindungan konsumen. Dengan cara itu, keseimbangan dalam lingkaran perlindungan konsumen dapat dijaga, dan penyimpangan dikoreksi melalui lembaga yang berperan menjadi ‘watchdog’. Dalam konteks itulah dapat dilihat peran Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).

Hukumonline.com

Ini bukan satu-satunya buku perlindungan konsumen. Ada banyak kotak berisi pengetahuan tentang perlindungan konsumen. Di zaman perkembangan teknologi seperti sekarang, setiap orang dapat berselancar mencari informasi, mulai dari kebijakan, peraturan, kasus-kasus yang relevan, hingga gagasan-gagasan perlindungan konsumen yang kontekstual. Dalam buku hasil kolaborasi IPB Press dan BPKN ini, pembaca dapat melihat gagasan itu pada green marketing.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait