Kala Dubes RI Abdul Kadir Jailani Angkat Bicara tentang Hukum Internasional
Utama

Kala Dubes RI Abdul Kadir Jailani Angkat Bicara tentang Hukum Internasional

Di balik setiap norma hukum internasional pasti ada politik. Pengajaran hukum internasional harus mempersiapkan untuk menghadapi realitas sosial, bukan sekadar normatif.

Oleh:
Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

Apa saran anda untuk merespon perkembangan saat ini?

Ada buku judulnya Development of International Law From Below. Secara teoritis, sumber-sumber hukum internasional berkaitan dengan otoritas negara. Sekarang ini justru peran negara semakin berkurang dalam membentuk hukum internasional secara praktik. Ada pendapat kalau di era artificial intelligence akan banyak profesi yang punah termasuk lawyer. Salah satu pertanyaan penting adalah bagaimana kita mendidik generasi mendatang?

 

Sekarang ini kita masih dalam pola membekali sumber daya manusia untuk bisa dipakai dalam sepuluh atau lima puluh tahun mendatang. Nanti, perkembangan teknologi jauh lebih pendek. Bukan tidak mungkin nantinya inovasi teknologi akan terjadi tiap hari. Berarti ada new technology, new era, yang hukum pun harus cocok dengan itu semua. Bagaimana kita mengantisipasi itu semua?

 

Pengguna media sosial seperti facebook, instagram, itu kan sebuah masyarakat sendiri. Hukum apa yang berlaku? Isu ini belum menjadi sasaran di Indonesia. Mau tidak mau hukum harus mengikuti laju teknologi. Teknologi menyebabkan batas-batas negara nasional terhadap internasional menjadi tidak relevan.

 

Ketika saya (menempuh) magister di UI, saya makin menyadari pentingnya legal theory dan legal philosophy. Itu sangat esensial. Keduanya tidak memberikan ikan, tetapi alat pancing. Nilai praksisnya hanya satu: anda tahu bagaimana caranya berargumentasi. Membentuk bagaimana cara kita berpikir. Berikutnya kalau ada pengetahuan teknis, kita tinggal baca saja. Aspek ini yang lebih penting.

 

Saya umpamakan olahraga, ada banyak macam olahraga tetapi hampir semuanya anda harus bisa lari. Sepak bola, basket, tenis, softball atau hockey itu sangat berbeda. Tapi anda perlu bisa lari. Itu dasar semua olahraga. Kampus bisa melihat dengan cara itu, ibarat menyiapkan orang untuk bisa berlari. Fisik yang siap berlari.

 

Kita selalu dihadapkan dengan dilema menjadi generalis atau spesialis. Sarjana hukum harus jadi yang mana? Kalau saya, ini bukan dua pilihan dengan kata ‘atau’ melainkan dengan ‘dan’. Dalam kehidupan nyata, spesialisasi itu mutlak. Saya sudah menganjurkan itu tadi. Namun Anda juga harus bisa menyeluruh. Kalau Anda pelatih basket, lebih penting kemampuan berlari atau keterampilan teknik bermain? Nah, keduanya penting.

 

Bagi saya sendiri yang paling penting adalah banyak membaca. Menjadi sarjana hukum bukan soal ilmu membunyikan pasal. Ini tentang penalaran. Kalau tidak mengerti penalaran, nggak ada gunanya. Saya sangat menyayangkan ada forum diskusi sarjana hukum yang isinya hanya berdebat soal bunyi pasal. Saya melihat ini persoalan kita untuk mendidik sarjana hukum yang mampu bernalar secara kritis. Selebihnya bisa belajar sendiri.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait