Oleh karena itu, Ella mengusulkan, agar berbagai kampus hukum meningkatkan metode pembelajaran dengan studi kasus dan workshop. Tema seputar hukum bisnis pun harus diprioritaskan jika ingin membantu lulusannya untuk memiliki kualifikasi corporate lawyer.
Persaingan soal pengetahuan hukum bagi lulusan sarjana hukum menurut Ella sudah tidak lagi menjadi persoalan utama karena sumber ilmu pengetahuan hukum tidak bergantung dengan kampus hukum. Justru softskill seperti kemampuan berpikir kritis, kemampuan bekerjasama dalam tim yang menjadi nilai kompetitif. Kampus-kampus hukum baru bisa ikut bersaing untuk membekali lulusannya dengan softskill ini.
“Apalagi kelemahan millenial sekarang maunya instan, malas baca, riset lemah, padahal berbagai regulasi saling berkaitan, terlalu mengandalkan hasil googling singkat saja, perlu diperbaiki sikap ini,” jelas dia.
Ella menilai titik lemah kampus-kampus terfavorit yang sudah memiliki nama besar cenderung tidak memberi pembekalan softskill pada mahasiswanya secara terstruktur. “Makanya mahasiswa juga harus aktif di agenda-agenda pengembangan softskill,” pesannya.
Baca:
- Mencari Kampus Hukum Terfavorit 2018
- Ini Dia Kampus Hukum Terfavorit 2018
- ‘Tiket Emas’ Lulusan Kampus Hukum Terfavorit, Fiksi atau Fakta?
Wakil Rektor Universitas Presiden, Handa Abidin, yang juga dosen di Program Studi Ilmu Hukum kampus tersebut menjelaskan hal senada dengan Ella. Ia menilai, pada dasarnya selalu ada peluang besar bagi kampus hukum manapun untuk mencetak lulusan yang mampu berkarier di dunia hukum bisnis.
Menurut Handa, persaingannya bukan lagi soal pengetahuan hukum melainkan apa yang ia sebut emotional intelligence. “Kalau ditanya output untuk bersaing, pengetahuan dasar hukum sudah pasti. Nah, yang penting setelahnya itu emotional intelligence. Ini ada penelitiannya di Harvard, pentingnya kecerdasan emosional mulai dari secara personal sampai dengan komunitas,” kata Handa yang juga salah salah satu penasihat di firma hukum ini.