Kapolri dan Jaksa Agung Teken Peraturan Bersama Penanganan Korupsi
Berita

Kapolri dan Jaksa Agung Teken Peraturan Bersama Penanganan Korupsi

Peraturan tersebut dibuat dalam rangka percepatan penanganan kasus korupsi

Oleh:
Aru/M-1
Bacaan 2 Menit
Kapolri dan Jaksa Agung Teken Peraturan Bersama Penanganan Korupsi
Hukumonline

Sementara, tentang mekanisme penyerahan berkas perkara diatur jika terjadi perbedaan penafsiran antara penyidik dan penuntut umum, maka akan dikoordinasikan dan atau dilakukan gelar perkara. Pengaturan ini ujar Ruki salah satu cara untuk mengatasi terjadinya bolak-balik pengembalian berkas perkara. 

Usai penandatanganan Peraturan Bersama tersebut, acara bergeser ke Hotel Sahid dengan agenda pengarahan Pimpinan KPK, Kapolri dan Jaksa Agung. Peserta pengarahan tersebut terdiri dari pejabat Kejaksaan Agung, Mabes Polri serta jajaran Kepala Kepolisian Daerah dan Kepala Kejaksaan Tinggi seluruh Indonesia.

Supervisi dan Ambil Alih

Dikatakan Ruki, peranan KPK dalam koordinasi penanganan kasus korupsi tersebut merupakan supervisi dalam bentuk pengawasan. KPK selama ini kata Ruki belum menyentuh kewenangan pengambilalihan perkara. Namun demikian, ia menegaskan jika pengambilalihan tersebut bukan tidak mungkin dilakukan.  

Ya kita lihat nanti, kalau ada yang harus diambilalih ya kita ambilalih. Kalau cukup diingatkan ya sudah, untuk apa diambil alih. Kalau perlu bantuan ya kita bantu, tutur Ruki seraya menyebutkan bahwa supervisi pengambilalihan perkara tersebut diatur dalam pasal 8 dan dan pasal 9 UU 30/2002  tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Senada dengan Ruki, Abdul Rahman Saleh mengaku siap berkoordinasi. Abdul Rahman menegaskan jika supervisi dan pengambilalihan perkara tersebut merupakan kewenangan yang dimiliki KPK. Kan ada aturannya, tukasnya. Ia juga menyampaikan pesan Presiden yang menyatakan agar penegak hukum untuk mawas diri.
Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Sutanto dan Jaksa Agung, Abdul Rahman Saleh Selasa (7/3) tandatangani Peraturan Bersama Penanganan Kasus Korupsi di Istana Negara. Penandatanganan yang disaksikan Presiden tersebut dilakukan bersamaan dengan digelarnya rapat koordinasi dalam rangka percepatan penanganan kasus korupsi yang diadakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pimpinan KPK menganggap perlu untuk melaksanakan sebuah rapat koordinasi antar penyidik dan penuntut umum, kata Taufiequrachman Ruki, Ketua KPK. 

Pada Peraturan Bersama terdapat tiga kerjasama utama. Yakni, koordinasi tahap penyelidikan, koordinasi tahap penyidikan serta penyerahan dan pengembalian berkas perkara. Kemudian, untuk memperlancar pelaksanaan koordinasi tersebut, pihak Kepolisian dan Kejaksaan akan menggelar rapat sekurang-kurangnya dua bulan sekali.

Dalam koordinasi tahap penyelidikan, kedua instansi penegak hukum akan saling memberi data dan informasi untuk pengembangan basis data dan informasi tindak pidana korupsi yang akan ditempatkan pada Pusat Informatika Kriminal (PIK). Disebutkan juga dalam peraturan, instansi penyelidik yang lebih dahulu mengeluarkan surat perintah penyelidikan mempunyai kewajiban untuk menindaklanjuti penyelidikan atas perkara tindak pidana korupsi tersebut sampai tuntas. 

Untuk koordinasi tahap penyidikan, apabila penyidik Kepolisian mulai melakukan penyidikan kasus korupsi, segera menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). Dan dalam waktu tujuh hari telah disampaikan kepada Kejaksaan. Menurut Ruki, SPDP selama ini hanya dipakai hanya sebatas formalitas, padahal proses ini merupakan pintu masuk untuk dilakukan koordinasi antara Kepolisian dan Kejaksaan.

Tags: